Diabetes/boldsky.com
Health

Awas, Gejala Klasik Hanya Dialami 20 Persen Penderita Diabetes

Tika Anggreni Purba
Minggu, 19 Mei 2019 - 07:13
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Keluarga patut memberikan perhatian khusus mengenai risiko diabetes melitus. Hal penting karena kini diabetes melitus dapat melanda siapa saja dan pada usia berapa pun.

Itulah sebabnya pengetahuan tentang diabetes perlu diketahui oleh masyarakat luas dengan jelas sehingga penyakit ini dapat dicegah.

Diabetes adalah kondisi di mana kadar gula darah menjadi lebih tinggi dari nilai normal. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan hormon insulin untuk memasukkan gula ke dalam sel. Padahal gula merupakan sumber energi pada tubuh.

“Banyak orang yang datang ke dokter setelah kondisi parah karena merasa tidak ada gejala sejak awal,” kata dokter spesialis penyakit dalam Dyah Purnamasari.

Banyak pasien yang berpikir bahwa gejala diabetes harus kentara seperti sering buang air kecil, sering haus, dan berat badan turun drastis.

Persoalannya, gejala diabetes memang tidak selalu kentara. Penderita diabetes dapat mengalami gejala klasik maupun tidak klasik.

Gejala klasik seperti banyak kencing, sering haus, dan berat badan turun hanya dialami oleh 20 persen pasien. Sisanya justru mengalami gejala tidak klasik seperti sering kesemutan, luka sulit sembuh, gatal-gatal di kemaluan, gangguan penglihatan, dan gangguan ereksi.

“Jadi dari 10 pasien hanya 2 yang memiliki gejala klasik, sisanya tidak bergejala klasik sampai timbul gejala komplikasi kronik,” kata Dyah.

Itulah sebabnya diagnosis diabetes melitus harus dilakukan sejak dini. Pertama, pemeriksaan gejala dilakukan untuk memeriksa gejala klasik tadi.

Kalau ada gejala klasik, diperlukan satu kali hasil pemeriksaan gula darah yang tidak normal. Namun, kalau tidak ada gejala klasik, diperlukan dua kali hasil pemeriksaan gula darah tidak normal.

Gula darah abnormal adalah gula darah puasa lebih besar dari 126 mg/dL, kadar gula darah acak biasanya normal pada angka 200 mg/dL. Sementara itu, kalau hasil tes toleransi gula oral 2 jam pasca larutan gula di atas 200 mg/dL, hal ini mengkonfirmasi adanya diabetes.

Jumlah penyandang diabetes makin meningkat dan Indonesia menjadi salah satu negara dengan penyandang diabetes terbanyak di dunia. Bahkan, angka kejadian diabetes ini terjadi pada usia produktif.

Dyah mengatakan bahwa penyakit diabetes memang memerlukan perhatian khusus. Bukan saja karena angka kejadiannya yang banyak, tetapi karena penyakit ini meningkatkan angka kematian. “Banyak kematian akibat diabetes terjadi karena komplikasinya,” kata Dyah.

BERAGAM KOMPLIKASI

Komplikasi akibat diabetes sangat beragam dan kompleks. Diabetes dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah kecil di mata sehingga menyebabkan gangguan di retina. Inilah yang menyebabkan kebutaan pada populasi dewasa.

Diabetes juga dapat merusak ginjal yakni diawali dengan kebocoran protein yang ditandai dengan kencing berbusa dan keruh. Kalau ada penyakit saluran kemih, komplikasi pada ginjal dapat terjadi makin cepat.

Orang dengan diabetes juga dapat mengalami gangguan saraf sehingga sering mengalami kesemutan dan baal di tungkai atau di kaki.

Di samping pembuluh darah kecil, diabetes juga dapat merusak pembuluh darah besar di otak dan jantung yang memicu strok dan penyakit jantung koroner. Selain itu, diabetes juga dapat memicu penyumbatan pembuluh darah khususnya di kaki, sehingga proses peredaran darah terhambat.

Dyah mengatakan bahwa faktor risiko diabetes sebetulnya dapat dikendalikan. Salah satunya adalah berat badan berlebih dan obesitas. “Bagi ibu yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan di atas 4 kilogram berisiko mengalami diabetes di kemudian hari, bahkan untuk anaknya juga,” ujarnya.

Seseorang yang memiliki tekanan darah tinggi juga berisiko alami diabetes. Orang dengan hipertensi dan gangguan kolesterol mesti mulai menjaga diri dengan baik agar tidak mengalami diabetes. Riwayat diabetes di keluarga juga memegang peranan besar pada kejadian diabetes.

“Sebagian besar faktor risiko itu sebetulnya bisa dimodifikasi seperti pola makan, aktivitas fisik, dan gaya hidup sehinggga diabetes sebetulnya bisa dicegah,” katanya lagi.

Dokter spesialis penyakit dalam Dicky L. Tahapary mengatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko tinggi dalam memicu terjadinya diabetes. Obesitas merupakan kondisi medis di mana terjadi kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan.

Untung menghitung apakah seseorang mengalami obesitas adalah dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). Adapun, IMT dapat dihitung dengan membagi berat badan dengan tinggi badan kuadrat.

Untuk menilai lemak sentral di perut dapat dilakukan dengan pengkuran lingkar perut. Pada laki-laki angka normal adalah 90 cm dan perempuan 80cm.

Faktanya 1 dari 3 orang di Indonesia telah mengalami obesitas atau obesitas sentral. Obesitas dapat disebabkan oleh faktor genetik, makan berlebihan, gaya hidup sedentari, dan lingkungan yang mendukung terjadinya obesitas.

Keterkaitan obesitas dengan diabetes adalah ketika diabetes dapat menyebabkan resistensi insulin. Kondisi ini adalah ketika sel-sel tubuh tidak dapat menggunakan gula darah dengan baik karena ternganggunya respons sel tubuh terhadap insulin.

“Itulah sebabnya pencegahan obesitas maupun diabetes harus dilakukan sesegara mungkin, yang paling simpel adalah jamu alias jaga mulut jangan makan berlebih,” kata dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bisnis Indonesia Weekend
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro