Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui penyakit karena kelainan darah./Dok. Kementerian Kesehatan
Health

Setahun, Seorang Pasien Talasemia Habiskan Rp400 Juta

Ria Theresia Situmorang
Selasa, 21 Mei 2019 - 08:45
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Tidak banyak orang yang tahu penyakit talasemia, sehingga membuat penyakit ini jarang sekali terdeteksi sejak dini. Padahal, penyakit kelainan pada sel darah merah ini memakan biaya yang tidak sedikit.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dokter Cut Arianie saat ditemui di Auditorium Siwabessy, Kementerian Kesehatan, Senin (20/5/2019), mengatakan pembiayaan kesehatan untuk tata laksana talasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, kanker, ginjal, dan stroke.

“Biayanya sebesar 225 irupiah pada tahun 2014 menjadi 452 miliar rupiah pada tahun 2015. Pada 2016 menjadi 496 miliar rupiah, 532 miliar rupiah pada tahun 2017, dan sebesar 397 miliar sampai dengan bulan September 2018,” ujar Cut.

Hal tersebut menjadi tantangan Pemerintah Indonesia untuk menurunkan jumlah pasien talasemia. Penyakit talasemia memang belum bisa disembuhkan dan harus transfusi darah seumur hidup, tetapi dapat dicegah dengan mencegah pernikahan sesama pembawa sifat talasemia.

Oleh karena itu, deteksi sangat penting dilakukan untuk mengetahui status seseorang, apakah dia pembawa sifat atau tidak, karena pembawa sifat talasemia sama sekali tidak bergejala dan dapat beraktivitas selayaknya orang sehat.

Untuk satu pasien anak talasemia mayor, diperkirakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah sebesar Rp 400 juta per tahun per pasien. Biaya ini belum termasuk biaya untuk pemantauan rutin fungsi organ dan tata laksana komplikasi.

Sementara itu, biaya yang diperlukan untuk skrining talasemia hanya Rp400 ribu. Oleh karena itu, harus digiatkan upaya skrining talasemia di Indonesia sedini mungkin.

Skrining idealnya dilakukan sebelum memiliki keturunan yaitu dengan mengetahui riwayat keluarga dengan talasemia dan memeriksakan darah untuk mengetahui adanya pembawa sifat talasemia sedini mungkin, sehingga pernikahan antar-sesama pembawa sifat dapat dihindari. Hal ini harus di kampanyekan kepada masyarakat melalui berbagai media komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).

Dokter spesialis anak RSCM dokter Teny Tjitra Sari, SpA (K) mengatakan sampai saat ini, pengobatan talasemia di Indonesia masih bersifat suportif, belum sampai pada tingkat penyembuhan.

“Pengobatan suportif yang diberikan pada pasien talasemia bertujuan untuk mengatasi gejala-gejala yang muncul. Transfusi rutin seumur hidup, pemberian kelasi besi, dan dukungan psikososial merupakan tatalaksana utama untuk pasien talasemia,” ujar Teny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro