Andy Flores Noya, jurnalis sekaligus Ketua Komite Mata Nasional, saat ditemui pada acara Dine in the Dark, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2019) malam. JIBI/Bisnis/Dionisio Damara
Health

Kisah Andy Noya Pernah Bermata Juling

Dionisio Damara
Selasa, 15 Oktober 2019 - 08:55
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Jurnalis sekaligus Ketua Komite Mata Nasional, Andy Flores Noya, mengungkapkan kepeduliannya terhadap orang-orang dengan gangguan penglihatan lantaran pernah mengalami gangguan mata juling.

Hal itu terjadi saat Andy masih duduk di kelas satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jayapura, Papua.

Dia menuturkan bahwa saat itu, tiba-tiba saja matanya juling ketika dirinya bangun tidur. Penglihatan Andy pun tiba-tiba menjadi ganda.

"Tidak tahu kenapa, tiba-tiba saja," ujarnya pada acara Dine in the Dark di Kilo Kitchen, Jakarta, Senin (14/10/2019) malam.

Acara tersebut merupakan gerakan peduli meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terkait dengan gangguan penglihatan yang khususnya dialami oleh anak-anak.

Andy menuturkan akibat gangguan mata tersebut, dia mesti beraktivitas dengan satu mata, dan hal itu sangat mengganggu proses belajarnya di sekolah. Namun, setelah diobati dengan obat salep dari dokter, penglihatan Andy berangsur-angsur pulih.

Pengalaman masa lalu itulah yang membuat Andy menerima dengan hati terbuka mandat dari Menteri Kesehatan Nila F. Moelok pada 6 Oktober 2015, untuk menjadi Ketua Komite Mata Nasional (Komatnas).

Menurutnya kehidupan seseorang itu ibarat titik-titik yang kemudian dirangkai menjadi sebuah perjalanan hidup. Serangkaian masa lalu itu dinilai Andy sebagai pertanda hidup, sehingga dirinya bisa dipilih sebagai Ketua Komatnas.

"Aku bilang jangan-jangan waktu kecil Tuhan kasih cobaan itu untuk kemudian aku bisa berempati, sehingga dengan senang hati aku mau menerima permintaan dari Menteri Kesehatan untuk jadi Ketua Komite Mata Nasional," ujarnya.

Semenjak ditunjuk menjadi Ketua Komatnas, Andy mengemban tugas untuk membantu pemerintah menurunkan tingkat kebutaan di Indonesia. Adapun Indonesia, kata Andy, berada di peringkat kedua di dunia setelah Ethiopia dengan tingkat kebutaan yang paling banyak disebabkan oleh mata katarak.

"Sebanyak 80 persen tingkat kebutaan di Indonesia diakibatkan katarak, sementara katarak itu bisa disembuhkan, sehingga peran utama dari Komatnas ialah mendorong agar semua pihak mau melalukan operasi katarak di semua daerah," tutur Andy.

Namun di sisi lain, para pengidap mata katarak seringkali tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan operasi karena terkendala biaya. Untuk itu, Komatnas bekerja sama dengan Standard Chartered berusaha memangkas tingkat kebutaan di Indonesia melalui program Seeing is Believing.

Seeing is Believing merupakan program dari Standard Chartered, grup perbankan internasional, untuk mengurangi kebutaan dan gangguan penglihatan yang dapat dihindari. Selama lebih dari satu dekade, program tersebut telah membantu lebih dari 207 juta orang di Asia, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin dalam mengatasi kebutaan dan gangguan penglihatan. 

 

Penulis : Dionisio Damara
Editor : Nancy Junita
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro