Bisnis.com, JAKARTA - Dalam sebuah situs web pertukaran pengetahuan, seseorang bertanya tentang apa sisi gelap dari hiburan musik K-pop.
Jawaban bermunculan, hingga salah satu penggemar mengatakan bahwa tidak ada sisi gelap dari aliran tersebut karena K-pop adalah kegelapan itu sendiri.
Meninggalnya penyanyi dan aktris Korea Selatan, Goo Hara, yang jenazahnya ditemukan di rumahnya di Seoul, Korea Selatan pada Minggu (24/11/2019), seolah kembali menyoroti tekanan yang dihadapi oleh para bintang K-pop, terutama perempuan.
Goo yang baru berusia 28 tahun, sepertinya menambah daftar panjang kasus kematian artis K-pop. Kepergian Goo bahkan belum genap dua bulan setelah kematian Choi Jin-ri atau Sulli, bintang K-pop lainnya yang juga sahabat Goo.
Para ahli mengatakan bahwa penyebab kematian Goo dan Choi merupakan dampak dari cyber bullying, serta pelecehan seksual dari publik dan media di sepanjang karirnya. Akibatnya, kondisi mental mereka terganggu.
Kelompok vokal wanita dari Korea Selatan Twice/Istimewa
Catatan Putus Asa
Dilansir dari Reuters, Jumat (29/11/2019), kepolisian Korea Selatan, yang saat ini masih menyelidiki penyebab kematian Goo, menemukan catatan putus asa di rumah mantan personel girl band Kara tersebut.
Jeon Min-su, penyelidik kejahatan cyber Badan Kepolisian Metropolitan Seoul, mengatakan bahwa kasus perundungan secara daring merupakan permasalahan serius. Hal itu seiring meningkatnya tuduhan hampir 150.000 kasus perundungan pada tahun lalu.
"Hal ini agak sederhana jika dengan kekerasan fisik karena korban bisa pergi ke dokter, tetapi kekerasan cyber tidak ada obatnya," kata Jeon Min-su.
Dunia musik pop Korea yang populer di seluruh Asia memang memiliki sisi gelap tersendiri. Pada awal tahun ini, beberapa bintang K-pop pria dan salah satu produsen industri terbesar bahkan sempat diinterogasi oleh polisi terkait dengan perjudian ilegal dan prostitusi.
Kwon Young-chan, pelawak yang kini menjadi penasihat korban kekerasan daring, mengatakan bahwa para bintang K-pop hanya memiliki sedikit jalan keluar ketika mereka diserang dan hampir tidak mungkin untuk menghindari rumor, serta komentar terkait pribadi.
"Ketika para pelaku menulis komentar yang kejam, mereka pertama-tama mulai dengan 'ketukan ringan' dan skala intimidasi tersebut meningkat menjadi sebuah 'pukulan'," ujarnya.
Sementara itu, anggota parlemen Park Sun-sook, mantan juru bicara kepresidenan yang pertama kali menangani masalah serangan online pada tahun 1998, berharap kepada siapa pun menghapus komentar jahat di portal web.
“Bintang muda terpapar tanpa pertahanan terhadap kekerasan dunia maya. Sudah waktunya bagi hukum dan masyarakat untuk melindungi mereka, ”katanya kepada Reuters.
Bintang K-pop Choi Jin-ri atau Sulli./Istimewa
Sisi Gelap
Industri K-pop memang diketahui sangat kompetitif. Hampir setiap tahunnya, puluhan grup muncul dan memulai debut. Para pakar industri pun telah lama memperingatkan tentang sisi gelap K-pop yang diklaim penuh dengan skandal.
Hal itu bermula dari seorang artis yang bercita-cita tinggi, populer, dan berusia belia. Mereka berlatih selama bertahun-tahun untuk mencapai itu semua. Namun, hanya sedikit dari mereka yang mampu meraih sukses secara komersial.
Industri K-pop juga dikenal memiliki aturan ketat untuk para bintang mereka, termasuk larangan berkencan, pelatihan sederhana dan diet, serta perjanjian kontrak yang memosisikan para artis dan agensi secara tidak adil.
Selain itu, para ahli mengatakan bahwa industri tersebut memiliki persyaratan tambahan untuk artis wanitanya. Aturan yang tak terucap itu semakin mencerminkan kondisi masyarakat patriarki Korea Selatan.
Park Hee-A, seorang jurnalis K-pop, mengatakan bahwa bintang-bintang wanita itu terikat oleh aturan sosial feminitas yang kaku. Bahkan, beberapa anggota idola wanita dikucilkan karena tidak tersenyum di acara televisi.
Adapula yang mengalami perundungan dunia maya karena membaca buku tentang feminisme, di mana hal tersebut bertentangan dengan masyarakat patriarki Korea Selatan yang didominasi oleh kaum pria.
Penyanyi dan aktris Korea Selatan Goo Hara./Istimewa
Rentetan Komentar Kebencian
Hal itu pula yang menimpa Goo. Dia menghadapi rentetan komentar kebencian seiring dengan laporan media tentang video seksnya bersama mantan pacar. Padahal Goo merupakan korban balas dendam porno atau revenge porn.
Tae-Sung Yeum, yang menghadiri psikiater di Gwanghwamun Forest Psychiatric Clinic, mengatakan bahwa topik seks merupakan hal tabu di Korea Selatan.
"Ada standar moral yang tinggi yang diperlukan, terutama untuk selebritas wanita, karena Korea Selatan adalah masyarakat patriarki," ujarnya dikutip dari The Associated Press.
Goo dan Sulli merupakan cerminan dari gelapnya industri K-pop. Tuntutan pekerjaan yang tinggi, kondisi masyarakat patriarki, dan kejamnya komentar jahat telah merangkum kondisi tersebut. Menenggelamkan ingar bingar popularitas dan gemerlap para bintang.