Penyakit degeneratif dini sekarang ini menjadi beban berat bagi negara kita selain penyakit menular.
WHO memperkirakan penderita diabetes melitus (“kencing manis’), di Indonesia meningkat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030, dan akan menjadi 2-3 kali lipatnya pada tahun 2035.
Sungguh angka yang fantastis! Padahal penyakit ini dinyatakan menjadi faktor resiko utama untuk gangguan penyakit degeneratif lainnya seperti hipertensi, stroke, gagal jantung, gagal ginjal, kebutaan, dan gangguan syaraf (1).
Untuk itu, selain pemantauan oleh para tenaga kesehatan, masyarakat juga diminta untuk memantau dan menjaga kesehatannya masing-masing.
Setidaknya dengan mencegah kemungkinan penyebab-penyebab yang bisa diatasi, seperti gaya hidup dan pola makan yang kurang sehat.
Glukometer untuk Swamonitoring
Glukometer digital adalah alat kesehatan yang saat ini telah banyak digunakan sebagai salah satu perangkat swamonitoring (pemantauan sendiri) kadar gula darah.
Alat uji gula darah ada yang tunggal, hanya untuk mengukur gula darah dan ada yang “three in one”, sekaligus untuk memeriksa kadar asam urat dan kolesterol.
Alat swamonitoring dilengkapi dengan strip-kit yang diselipkan pada alat pengukur digital setelah menjerap sampel darah, seperti ditunjukkanpada gambar berikut.
Gambar : Contoh glukometer digital dengan strip-kit-nya
Gunakan dengan cara yang tepat
Prinsip uji dengan kit glukometer digital yang umum adalah reaksi oksidatif antara enzim yang terdapat di dalam kit dengan gula yang ada di dalam sampel darah yang diambil melalui (2).
Oleh karena itu, agar hasil pembacaan tepat (akurat), harus diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kit harus disimpan dalam kondisi yang bersih, tertutup rapat, dan kering. Jika tidak, maka enzim dalam strip-kit bisa rusak sehingga hasilnya tidak sesuai lagi atau bahkan tidak menunjukkan hasil sama sekali.
2. Tangan atau lokasi tempat pengambilan sampel darah harus dalam keadaan bersih dari bahan-bahan kimia yang dapat bereaksi dengan enzim atau dengan sampel darah itu sendiri, misalnya sanitizer, pelembab, bekas makanan, dan sebagainya.
3. Biasanya lokasi pengambilan sampel dihapus dengan tisu yang mengandung pelarut organik. Biarkan kering dulu karena sisa pelarut organik itu juga dapat bereaksi dengan enzim mapun gula darah.
4. Usahakan agar darah yang keluar pertama dihapus/dibuang dulu, karena seringkali gula mengendap di ujung-ujung pembuluh darah sehingga konsentrasi yang terbaca bisa terlalu tinggi.
5. Sampel darah yang diuji harus dalam jumlah yang cukup. Jika kurang, alat akan menyebutkan pembacaan “error”.
6. Penelitian kami baru-baru ini di Sekolah Farmasi ITB menunjukkan bahwa waktu pengambilan sampel darah dan lokasi juga menentukan keajegan hasil pengukuran. Jika ingin melakukan pemantauan rutin, sebaiknya pengukuran dilakukan pada waktu yang sama (pagi atau sore hari), dan di daerah yang sama (misal tangan kanan atau kiri, pada telapak tangan atau ujung jari, dan sebagainya). (Nugrahani dan Pakki, 2019).
7. Jika memungkinkan, lakukan pengukuran minimal dua kali untuk sampel darah yang sama agar mendapatkan hasil yang menyakinkan.
Dalam pengujian dengan glukometer digital, sampel darah yang kita uji hanya beberapa tetes saja. Jika cara pengambilan sampel dan kondisi lokasi pengambilan darah tidak tepat, maka hasilnya bisa melenceng.
Menyebabkan dosis pengobatan dan perawatan yang dilakukan pun menjadi tidak tepat. Semoga kita mampu memantau dan menjaga kesehatan pribadi dan keluarga, dengan bekal pengetahuan yang tepat.
Penulis :
Ilma Nugrahani adalah dosen, peneliti, penulis tentang pengembangan obat dan alat kesehatan di Sekolah Farmasi ITB
Tasya Pakki adalah mahasiswa magister Farmasi Klinik, Sekolah Farmasi ITB