Bisnis.com, JAKARTA - Para peneliti di Seattle, Amerika Serikat, mulai merekrut sukarelawan sehat untuk berpartisipasi dalam uji klinis vaksin virus corona (Covid-19) eksperimental.
Empat puluh lima sukarelawan sehat usia antara 18 dan 55 akan terdaftar dalam uji coba awal, yang bertujuan untuk menentukan apakah vaksin memicu respons kekebalan atau tidak.
Mengutip laman The Wall Street Journal, vaksin tersebut dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Moderna Therapeutics, di Amerika Serikat yang awalnya dikirim ke Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID), Maryland, pada 24 Februari lalu.
Menurut laporan Kaiser Permanente, vaksin itu tidak mengandung virus yang memicu Corona, yang disebut SARS-CoV-2, dan tidak dapat menyebabkan infeksi.
"Agensi mengantisipasi peluncuran uji klinis pada akhir April dan akan mensponsori Lembaga Penelitian Kesehatan Kaiser Permanente Washington untuk melakukan pengujian," ujar Direktur NIAID Anthony Fauci, seperti dikutip laman Live Science, baru-baru ini.
Tidak seperti vaksin yang dikembangkan untuk virus lain, seperti campak, vaksin ini tak memanfaatkan virus yang lemah atau mati. Sebagai gantinya, mengandung segmen pendek materi genetik yang disebut messenger RNA, atau mRNA, yang dihasilkan di laboratorium.
Dalam sel tipikal, mRNA mengkodekan instruksi untuk membangun protein berbeda. Genetik buatan itu mendorong sel untuk membangun protein yang ditemukan di permukaan virus. Sistem kekebalan seseorang harus bereaksi terhadap protein baru ini dengan membangun gudang antibodi yang menargetkan dan menempel pada protein. Langkah ini menandai virus untuk dieliminasi.
Kemudian, mRNA harus dipecah dan dihilangkan oleh tubuh, membuat orang yang divaksinasi lebih siap untuk melawan SARS-CoV-2, jika mereka pernah mengalaminya.
Merancang vaksin agar bekerja dengan cara ini memungkinkan Moderna untuk mempercepat pengembangan, karena perusahaan tidak perlu mengisolasi dan memodifikasi sampel langsung SARS-CoV-2 seperti untuk vaksin-vaksi konvensional lainnya.
Sukarelawan akan menerima dua suntikan vaksin di lengan atas, dengan jarak 28 hari serta dosis tertentu. Sejumlah 45 peserta akan dibagi menjadi tiga kelompok, dengan masing-masing kelompok menerima dosis vaksin yang berbeda.
Sukarelawan juga akan diminta untuk menghadiri 11 kunjungan belajar secara langsung selama 14 bulan studi dan akan menerima US$ 100 untuk setiap janji yang mereka hadiri, dengan total hingga US$ 1.100 pada akhirnya.
Setelah uji coba keamanan awal ini, efektivitas vaksin harus diuji dalam beberapa uji coba berikutnya pada kelompok orang yang lebih besar sebelum didistribusikan secara luas. Sementara itu, para peneliti di seluruh dunia akan terus bekerja pada perawatan yang layak untuk membantu orang yang tertular virus.
Saat ini, pasien dengan COVID-19 akan menerima perawatan suportif untuk mengatasi gejala penyakit, demikian Live Science melaporkan. Meskipun kemajuan dalam pengembangan vaksin ini menggembirakan, awal pekan ini, pejabat kesehatan AS mencatat bahwa mereka tidak dapat menjamin vaksin Corona akan terjangkau harganya.
"Kami ingin memastikan bahwa kami bekerja untuk membuatnya terjangkau, tapi kami tidak dapat mengendalikan harga itu karena kami membutuhkan sektor swasta untuk berinvestasi," kata Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, Alex Azar, kepada House Energy and Commerce Committee Committee Rabu, 4 Maret lalu.
Namun, CEO Moderna Therapeutics, Stéphane Bancel, telah menyatakan bahwa vaksin perusahaan itu harus terjangkau. Dia sadar bahwa virus Corona merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena itu dia akan sangat bijaksana dalam menetapkan harga jika produk ini sampai pada persetujuan.
"Tidak ada dunia, saya pikir, di mana kita akan mempertimbangkan harga ini lebih tinggi dari vaksin virus pernapasan lainnya," kata dia kepada Business Insider.