Perlengkapan tes virus corona Covid-19./Bloomberg
Health

Hasil Rapid Test Negatif, tapi Positif Corona. Begini Penjelasan Pakar

Nancy Junita
Sabtu, 21 Maret 2020 - 09:35
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA –  Wabah virus corona Covid-19 memunculkan beragam alat tes atau detektor seseorang positif Covid-19 atau tidak.

Pada pemeriksaan awal, bisa saja hasil tes virus SARS-CoV-2  negatif, kemudian pemeriksaan berikutnya positif.

Mengapa demikian?

Virus corona sudah sering disebut sebagai penyebab infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) sampai pneumonia sejak 20 tahun lalu, antara lain human pathogenic Cov (HCoV), SARS-CoV, MERS-CoV.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKlin) Profesor Dr dr Aryati MS SpPK(K) dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/3/2020), mengatakan bahwa rapid test IgM/IgG SARS-CoV-2 untuk deteksi Covid-19 dengan pengambilan darah sampel seseorang, memiliki keterbatasan.

Adapun yang diperiksa dalam rapid test adalah antibodi. Dalam pemeriksaan itu bisa muncul false positive dan false negative.

Hasil pemeriksaan false positive tidak berarti seseorang benar-benar terinfeksi SARS-CoV-2. Sementara, false negative tidak berarti seseorang tak terinfeksi.

“Maka, false positive dan false negative patut dipertimbangkan untuk deteksi antibodi karena validitas yang belum diketahui (sensitivitas dan spesifitas diagnostik yang bervariasi) sehingga menyulitkan interpretasi,” katanya.

Berbagai hal yang dapat menyebabkan false positive adalah:

1.Kemungkinan cross reactive antibody dengan berbagai virus lain (coronavirus, dengue virus)

2.Infeksi lampau dengan virus corona.

Adapun berbagai hal yang dapat menyebabkan hasil false negative adalah:

1.Belum terbentuk antibodi saat pengambilan sampal (masa inkubasi)

2.Pasien mengalami gangguan antibodi (immunocompromised).

Berdasarkan hal tersebut, kata Aryati, apabila menemukan ICT (rapid test) positif, maka harus dikonfirmasi dengan PCR. Artinya, bila seseorang positif pada pemeriksaan rapid test, maka hasil itu diuji lagi dengan pemeriksaan PCR yang berbasis materi genetika berupa DNA.

Apabila ditemukan hasil negative, maka harus dilakukan pengambilan sampel ulang 7-10 hari kemudian.

“Namun, pemeriksaan antibodi anti SARS-CoV-2 masih dapat dipertimbangkan untuk menunjukkan paparan infeksi, sehingga dapat digunakan untuk surveilans atau studi epidemiologi dan penelitian lebih lanjut,” tambahnya.

Seperti diketahui, WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020, dan deteksi virus SARS-CoV-2 sebagai penyebab Covid-19 yang direkomendasikan adalah real-time Polymerase Chain Reaction (rt-PCR) dilanjutkan sequencing untuk mengonfirmasi diagnosis infeksi Covid-19.

Ukuran tingkat kepercayaan (confidence level) untuk deteksi berbagai patogen adalah: yang tertinggi kultur, molekular (DNA atau RNA), antigen, dan yang terendah antibodi (IgMG/IgG/IgA antipatogen tersebut).

Untuk SARS-Cov-2 penyebab Covid-19, confidence level tertinggi saat ini adalah pemeriksaan molekuler yaitu real-time PCR (RT-PCR) yang dilanjutkan dengan sequencing yang telah dilakukan di Balitbangkes Jakarta, karena kultur virus SARS-CoV-2 saat ini belum dapat dilakukan.

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro