Bisnis.com, JAKARTA - Krisis iklim di dunia mendorong pentingnya perubahan paradigma dan gaya arsitektur mendorong pembangunan ramah lingkungan.
Arsitek dan Urban Designer yang fokus pada konsep green living, Sigit Kusumawijaya menyatakan selama ini konsep green building memang sudah ramai menjadi pembahasan kalangan arsitek.
Sayangnya, konsep ini masih kerap sebatas pemahaman tanpa ada realisasi yang optimal. Alhasil, sampai saat ini, green architecture belum menjadi tren arus utama.
“Green architecture ini belum optimal karena masih perlu edukasi kepada masyarakat, termasuk para stakeholder,” jelas Sigit kepada Bisnis beberapa waktu yang lalu.
Menurut dia, baik pengembang sampai masyarakat masih cenderung menilai karya arsitektur sebatas tampilan visual saja, tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan. Alhasil konsep green architecture menjadi kerdil hanya sebatas pada ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) saja.
“Padahal banyak yang simpel misalnya soal konsep bangunan yang bisa recycle air hujan,” tuturnya.
Sigit menambahkan, sejauh ini para arsitek khususnya yang bertugas sebagai akademisi konsisten menanamkan perspektif green architecture kepada mahasiswa.
Sejumlah sayembara pun diluncurkan untuk bisa memberikan perspektif tersebut kepada mahasiswa. Namun idealisme mahasiswa dalam merancang green building kerap dikalahkan dengan realitas permintaan dari klien yang belum berperspektif green living.
Dalam catatan Bisnis, pada akhir Januari 2019, Departemen Arsitektur Universitas Indonesia berkolaborasi dengan Galeri Nasional Indonesia dan Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia (APTARI) menggelar AFAIR alias Architecture Fair 2020. Program edukasi ini adalah upaya untuk memosisikan kembali keberadaan dan peran arsitektur dalam konteks lingkungan dan keseharian manusia.
Acara ini bertujuan memulai perubahan bertahap terkait cara berpikir arsitektur yang selama ini berorientasi pada “saya” sebagai manusia yang harus terpenuhi kebutuhannya, menjadi “kita” sebagai jejaring ekologi dan budaya lebih luas yang perlu dijaga keseimbangannya. Ke depan pun perlu upaya mendorong reorientasi kurikulum kepada tujuan arsitektur yang lebih bermakna.
Oleh sebab itu untuk bisa mempopulerkan tren green architecture, selain penambahan kapasitas dan perspektif perlu ada kesadaran dan komitmen para pengembang ataupun pemiliki bangunan mencapai kualitas hidup yang seimbang dan sehat.