Bisnis.com, JAKARTA – Virus corona (Covid-19) ditemukan betah berlama-lama mengudara di dalam ruangan yang penuh sesak ataupun ruangan yang minim ventilasi.
Penelitian baru menemukan potongan-potongan materi genetik virus tersebut melayang di udara toilet rumah sakit, bagian dalam ruangan yang dijejali banyak orang, dan kamar-kamar di mana staf medis melepas alat pelindung.
Dalam melakukan penelitiannya, para peneliti, yang dipimpin oleh Ke Lan dari Wuhan Universitas, membuat semacam 'perangkap' aerosol (partikel yang tertahan di udara) di dua rumah sakit di Wuhan, China, kota asal virus corona jenis baru penyebab Covid-19.
Mereka lalu menemukan aerosol di ruang-ruang perawatan, supermarket, dan bangunan tempat tinggal. Ada pula yang terdeteksi di toilet dan dua daerah yang dilewati banyak orang, termasuk ruang tertutup di dekat salah satu rumah sakit.
Konsentrasi yang tinggi utamanya muncul di ruangan-ruangan di mana staf medis melepas alat pelindung. Hal ini dapat menunjukkan bahwa partikel yang mencemari peralatan mereka kembali mengudara ketika masker, sarung tangan, dan pakaian mereka dilepas.
“Temuan ini menyoroti pentingnya ventilasi, membatasi keramaian, dan upaya sanitasi yang cermat,” ungkap para peneliti, seperti dilansir melalui Bloomberg.
Pertanyaan tentang seberapa mudah virus corona dapat menyebar di udara telah menjadi bahan perdebatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan risiko itu terbatas pada keadaan-keadaan tertentu.
Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah kasus terinfeksi di seluruh dunia hingga menembus total 3 juta kasus per hari ini, para ilmuwan berusaha memahami dengan tepat bagaimana kontaminasi virus corona dapat terjadi.
Setiap orang diketahui mengeluarkan dua jenis droplet atau percikan cairan tubuh ketika mereka bernapas, batuk, atau berbicara.
Droplet yang lebih besar jatuh ke tanah sebelum menguap, sehingga menyebabkan kontaminasi sebagian besar melalui benda-benda di mana percikan itu mengendap. Adapun droplet lebih kecil, yang kemudian membentuk aerosol, bisa bertahan di udara selama berjam-jam.
Meski demikian, penelitian tersebut, yang diterbitkan di jurnal Nature Research pada Senin (27/4/2020), tidak berupaya memastikan apakah partikel-partikel yang ada di udara itu dapat menyebabkan infeksi.