Bisnis.com, JAKARTA - Dalam lebih dari empat bulan virus corona menginfeksi Indonesia, belum ada tanda-tanda bakal mereda.
Jumlah kasus positif setiap harinya terus bertambah. Angkanya pun selalu bertambah di atas 1.000 untuk kasus positif setiap harinya.
Jika tren ini terus berlanjut, maka hanya dalam hitungan hari, maka jumlah kasus positif di Indonesia akan melampui kasus di China, yang merupakan sumber virus bermula.
Apalagi, Presiden Jokowi telah menyatakan jika puncak virus corona di Indonesia bakal terjadi pada Agustus atau September 2020. Maka, bukan tidak mungkin angka kasus positif akan tembus 100.000 sebelum akhir Juli 2020.
Asumsinya, jika setiap hari kasus positif bertambah 1.200 saja, maka rekor melampaui China hanya akan terjadi dalam 5 hari ke depan. Ini belum memperhitungkan jika kasus positif harian mencapai 1.600 an atau di atas 2.000an seperti rekor pada 9 Juli 2020, maka angkanya akan melampui China kurang dari 3 hari ke depan.
Data kasus positif covid-19 di Indonesia dalam 5 hari terakhir, tercatat 9 Juli sebanyak 2.657 kasus, 10 Juli 1.611 kasus, 11 Juli sebanyak 1.671 kasus, 12 Juli 1.681 kasus dan 13 Juli sebanyak 1.282 kasus. Bahkan, hari ini, angka kasus positif kembali naik menjadi 1.591 sehingga total kasus positif mencapai 78.572.
Untuk diketahui saat ini, berdasarkan data Worldometer, kasus positif di Indonesia mencapai 78.572, sedangkan di China sebesar 83.605 dengan penambahan kasus positif hari ini hanya 3. Untuk peringkat jumlah kasus terbanyak, Indonesia menempati urutan ke 26, dan China ke 23. Di antara China dan Indonesia ada Mesir di urutan ke 24 dan Irak ke 25.
Bukan hanya pertambahan kasus positif, tapi angka kematian akibat covid-19 di Indonesia pun bakal mengalahkan China. Saat ini, pasien meninggal dunia di Indonesia mencapai 3.710 orang, sedangkan di China 4.634 orang. Dalam sehari ini, jumlah meninggal di Indonesia mencapai 54 orang atau tingkat mortality 4,7 persen, sedangkan China mencatat zero case alias nol.
Belum selesai disitu. Jumlah spesimen yang diperiksa di Indonesia juga baru mencapai 1,074 juta, atau sekitar 3,97 persen dari total penduduk Indonesia yang mencapai 273 juta orang. Sedangkan, China sudah memeriksa 90,41 juta spesimen, atau 62,81 persen dari total penduduknya yang mencapai 1,4 miliar orang.
Artinya, dengan minimnya jumlah spesimen yang diperiksa, maka kemungkinan besar jumlah kasus positif di lapangan jauh lebih tinggi dibandingkan angka yang sudah dirilis tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Indonesia.
Belum lagi, pelonggaran PSBB yang membuat masyarakat seolah menganggap virus telah berlalu. Kedisplinan menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan yang diabaikan menjadi ancaman lain penularan yang berpotensi akan terus meningkat.
Plus, bukti baru dari sebanyak lebih dari 200 ilmuwan dunia yang menyatakan virus corona bisa menyebar lewat udara memungkinkan adanya superspread yang kian tak kasat mata.
Karena itulah, Epidemiolog Fakultas Kedokter UI Pandu Riono menyatakan bahwa Indonesia harus memperluas cakupan tes lebih masif, dengan fokus pada tes PCR bukan pada rapid test yang sekarang ini justru memicu komersialisasi dengan tawaran harga yang fantastis.
Dia menegaskan penguatan Surveilans Aktif itu harus dengan pola tes, lacak dan isolasi (TLI) dengan rasio 1: 25.
Fakta bahwa penyebaran kian meluas perlu diwaspadai. Terutama di delapan provinsi dengan tingkat penularan tertinggi yang disebutkan Presiden Jokowi yakni Jatim, DKI Jakarta, Jabar, Sulsel, Jateng, Sumut, Papua, dan Kalsel.
Dengan pengabaian protokol kesehatan, ditambah minimnya pemeriksaan spesimen, maka bersiaplah membaca deretan angka yang mungkin akan lebih besar di puncak Agustus dan September seperti yang diperkirakan Jokowi.