Telemedicine
Health

Peluang dan Tantangan Teknologi Digital Bidang Kesehatan di Era Pandemi COVID-19

Mia Chitra Dinisari
Sabtu, 31 Oktober 2020 - 16:57
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Sejak Covid-19 terdeteksi di Indonesia dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan, kunjungan warga ke rumah sakit tercatat menurun signifikan hingga 70 persen.

Survei MarkPlus yang dirilis akhir Juni mengungkapkan, sebanyak 71,8 persen responden mengaku tidak pernah mengunjungi rumah sakit ataupun klinik sejak adanya Covid-19.

Dr. dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, Ketua Indonesia Healthcare Forum dan Ketua Umum Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO) mengatakan di sisi lain, dalam jangka panjang ini berbahaya terutama bagi para penderita penyakit kronis seperti kanker, jantung, gagal ginjal, dan stroke. Menunda-nunda perawatan jelas dapat berdampak serius bagi siapa saja karena dapat memperburuk keadaan.

Berikut pendapat dr Supriyanto soal peluang teknologi di masa pandemi

Dr. dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, Ketua Indonesia Healthcare Forum dan Ketua Umum Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO)

Sejak penyakit COVID-19 terdeteksi di Indonesia, yang kemudian berakibat pada penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa wilayah, kunjungan warga ke rumah sakit tercatat menurun signifikan hingga 70 persen.

Sebuah survei MarkPlus yang dirilis akhir Juni bahkan mengungkapkan, sebanyak 71,8 persen responden mengaku tidak pernah mengunjungi rumah sakit ataupun klinik sejak adanya COVID-19.

Warga memilih menghindari RS dan klinik karena khawatir terpapar virus. Di satu sisi, pilihan warga tersebut adalah hal yang dapat dipahami dan sedikit banyak bermanfaat dalam mengurangi kemungkinan penularan virus SARS-CoV-2 yang lebih meluas.

Namun di sisi lain, dalam jangka panjang ini berbahaya terutama bagi para penderita penyakit kronis seperti kanker, jantung, gagal ginjal, dan stroke. Menunda-nunda perawatan jelas dapat berdampak serius bagi siapa saja karena dapat memperburuk keadaan.

Saat ini kita memang belum memiliki angka resmi berapa banyak orang meninggal dunia sebagai akibat tak langsung dari COVID-19. Tapi beberapa contohnya sudah terdengar di media: di Makassar ada ibu hamil keguguran, atau di Jabodetabek ada pasien gagal ginjal yang kehilangan nyawa karena terlambat dicuci darah.

Kemudahan konsultasi jarak jauh?

Untungnya, warga punya alternatif untuk tetap mendapat pelayanan kesehatan tanpa perlu mendatangi rumah sakit atau klinik, yakni dengan berpaling ke telemedicine – pelayanan kesehatan jarak jauh yang menghubungkan antara dokter dengan pasien melalui teknologi telekomunikasi – guna mengurangi resiko terjadinya penularan. 

Dalam upaya mengurangi risiko penularan COVID-19 tersebut, telah terbit Surat Edaran Menkes RI no. HK.02.01/MENKES/ 303/2020 dan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No 74/2020 yang memungkinkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi & komunikasi melalui telemedicine atau telekonsultasi.

Dalam survei yang dilakukan MarkPlus di atas terungkap, 65,5 persen responden mengatakan mereka jadi lebih sering berkonsultasi jarak jauh secara digital.
(Angka ini melonjak jauh kalau kita bandingkan dengan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2017, yang mencatat hanya 14,05 responden menggunakan aplikasi kesehatan digital untuk berkonsultasi).

Dalam era Revolusi Industri 4.0 ini, dunia kesehatan telah mengalami banyak perubahan dan kemajuan pesat dengan pemanfaatan Internet of Thing (IoT) , Artificial Intelligence (AI) dan pelbagai inovasi dalam pengembangan aplikasi di bidang kesehatan. Saat ini pun banyak bermunculan platform e-kesehatan dari pelbagai pihak termasuk dari kalangan swasta, seperti Halodoc, Alodokter, Pulse, dll yang semuanya menawarkan berbagai fasilitas dan kemudahan bagi pengguna.

Secara umum, keberadaan teknologi kesehatan digital akan membawa manfaat besar bagi masyarakat Indonesia karena dapat meningkatkan mutu layanan, menekan biaya, serta mempermudah dan mempercepat diagnosis pasien.

Selain itu, teknologi dapat pula mendorong upaya promosi gaya hidup sehat dan pencegahan penyakit, memungkinkan pemeriksaan jarak jauh (yang sangat dibutuhkan di negara dengan kondisi geografis seperti kita).

Teknologi juga dapat menjawab permasalahan jumlah dokter, yang hanya ada 50 per 100 ribu penduduk (setengah rekomendasi WHO) serta penyebarannya yang kebanyakan berpusat di kota-kota besar di Jawa.

Dan yang tak kalah penting, teknologi juga dapat membantu kita melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan serta membuat prediksi terhadap terjadinya ledakan suatu penyakit.

Perlu penguatan regulasi agar tercipta sinergi?

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, memang sudah menerbitkan PP 46 tahun 2014 tentang sistem informasi kesehatan dan Permenkes No 20/2019 tentang penyelenggaraan pelayanan telemedicine antar-fasilitas pelayanan kesehatan, yang secara khusus mengatur pelbagai hal antara lain jenis layanan, pelaku pelayanan, dan aspek-aspek teknis lainnya

Namun sayangnya, lanskap teknologi kesehatan digital yang sudah ramai dengan kehadiran beberapa pemain ini belum didukung dengan regulasi tambahan supaya tercipta sinergi dan para pihak; tidak berjalan sendiri-sendiri demi mutu pelayanan yang lebih baik.

Secara teknis Kementerian Kesehatan tidak bisa berdiri sendiri dalam menciptakan rambu-rambu untuk bisnis yang baru muncul ini. Peran dari sektor lain juga menjadi kunci, dalam hal ini antara lain Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang memang memiliki kapasitas dan kompetensi teknis. 

Salah satu area yang perlu diatur lebih lanjut, antara lain, informasi rekaman kesehatan pasien. Bagaimana cara memastikan keamanan data pasien sehingga tidak diretas pihak yang tidak bertanggung jawab?

Selanjutnya, pemanfaatan data atau rekaman kesehatan pasien juga perlu dikelola agar dapat mendatangkan kemudahan ketika pasien berganti layanan kesehatan. Ketika seorang pasien RS A berobat di RS B, misalnya, dia tidak perlu lagi repot menerangkan riwayat kesehatannya dari nol, karena pihak RS B dimungkinkan untuk mengakses data pasien tersebut.

Untuk langkah awal, sinergi data semacam ini bisa dimulai diterapkan pada rumah sakit atau layanan kesehatan yang berjejaring, sebelum nantinya disinkronkan dengan data kependudukan sehingga memudahkan pasien yang berobat di RS di luar kota, misalnya.

Jalannya memang masih panjang, namun saat ini adalah waktu yang tepat. Rata-rata umur penyelenggara layanan yang masih muda sehingga masih memungkinkan diterapkannya aturan main baru untuk memastikan keseimbangan unsur bisnis dan unsur pelayanan masyarakat.

Situasi pandemi saat ini memberikan kesempatan besar bagi penyedia layanan e-kesehatan untuk melakukan investasi besar guna meningkatkan mutu layanan.
Semakin bermutu sebuah layanan kesehatan, maka semakin tinggi pula kepercayaan dari penggunanya. 

Sebagai contoh; Pulse dari Prudential Indonesia yang merupakan pemain baru dengan fitur komprehensif menyediakan informasi yang cepat, termasuk kondisi terkait COVID-19, setelah pengguna memasukkan sejumlah gejala yang mereka alami melalui fitur symptom checker berbasis kecerdasan buatan. Fitur ini sungguh membantu pengguna untuk dapat memantau kesehatan, khususnya di tengah situasi sekarang.

Inovasi semacam ini memberi harapan bahwa penyedia layanan konsultasi kesehatan daring bisa saling bekerja sama dan melengkapi serta masih menguntungkan.

Masyarakat diberi lebih banyak pilihan yang sesuai dengan kenyamanan dan kebutuhan mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro