Bisnis.com, JAKARTA – Keberhasilan pengembangan vaksin virus corona (Covid-19) yang merupakan langkah penting dalam perang melawan virus corona baru dapat terhalang oleh kontaminasi yang luas dari berbagai bahan kimia, yang digunakan dalam produk sehari-hari.
Sejumlah kecil bahan kimia per-and polyfluoroalkyl (PFAS) biasanya ditemukan di tubuh orang Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Bahan kimia buatan manusia ini digunakan dalam segala hal mulai dari wajan anti lengket hingga pakaian yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko berbagai penyakit.
Selain itu, ilmuwan juga memperingatkan beberapa bahan kimia itu juga dapat menyebabkan cacat lain yang berpotensi signifikan mengurangi efektivitas vaksin tertentu. Hambatan ini dapat membayangi upaya peluncuran vaksin Covid-19 pada banyak orang.
Philippe Grandjean, profesor kesehatan lingkungan di Harvard School of Public Health mengatakan pada tahap ini, pihaknya tidak tahu apakah itu akan berdampak pada vaksinasi corona, tetapi itu masih merupakan risiko besar.
“Kita hanya bisa menyilangkan jari [berdoa] dan berharap yang terbaik,” katanya seperti dikutip The Guardian, Rabu (18/11/2020).
Penelitian yang dipimpin oleh Grandjean itu menemukan bahwa anak-anak yang terpapar PFAS secara signifikan dapat menurunkan konsentrasi antibodi setelah dia diberikan vaksinasi tertentu, seperti tetanus dan difteri.
Sebuah studi lanjutan terhadap petugas kesehatan dewasa juga menemukan hasil serupa. Sementara itu, jenis PFAS tertentu yang disebut perflourobutyrate (PFBA), terakumulasi di paru-paru dan dapat meningkatkan keparahan penyakit yang diderita oleh orang yang terinfeksi oleh Covid-19.
Sebagaimana diketahui, perusahaan BioNTech dan Pfizer memberikan harapan atas vaksin Covid-19 yang lebih 90 persen efektif mencegah orang sakit karena penyakit tersebut. Ilmuwan di balik vaksin itu bahkan optimistis vaksin dapat menghentikan pandemi yang terjadi.
Vaksin Pfizer didasarkan pada materi genetik messenger RNA dan tidak pasti apakah kontaminasi PFAS akan mengganggu kemanjurannya pada pasien. Tetapi ada beberapa pesaing vaksin lain yang diformulasikan di sekitar lonjakan protein virus, mirip dengan vaksin untuk tetanus dan difteri, dan mungkin juga memiliki hasil yang buruk pada orang yang menelan PFAS.
“Orang dengan paparan PFAS yang tinggi memiliki tingkat antibodi non-protektif dan sangat rendah setelah empat vaksinasi untuk tetanus dan difteri. Jadi jika vaksin Covid-19 serupa, PFAS kemungkinan akan menghambat respons dari vaksin. Tapi ini masih belum pasti,” kata Grandjean.