Bisnis.com, JAKARTA -Lebih dari 10.000 siswa Korea Utara telah menyerah kepada pihak berwenang karena menyaksikan K-pop, K-drama dan film Korea Selatan dalam empat bulan terakhir sejak negara itu pertapa memberlakukan undang-undang "pemikiran anti-reaksioner".
Undang-undang itu diterapkan pada Desember tahun lalu.
Mereka yang menyerahkan diri juga menyerahkan sekitar 5.000 pemutar DVD kepada pemerintah dengan imbalan hukuman yang lebih ringan.
Undang-undang tersebut memberlakukan denda tinggi dan hukuman penjara pada siapa pun di negara itu yang kedapatan menikmati hiburan Korea Selatan atau meniru cara orang Korea Selatan berbicara.
Undang-undang "pemikiran anti-reaksioner" dikatakan sebagai seruan pemimpin tertinggi Kim Jong-un untuk meningkatkan standar media yang tumbuh di dalam negeri (dan dikendalikan negara) dan juga bagian dari perangnya melawan pengaruh luar.
Kim Jong Un dilaporkan membenci penggunaan istilah seperti "oppa" dan "dong-saeng", yang berarti kakak laki-laki dan adik perempuan atau saudara laki-laki, untuk merujuk pada non-kerabat seperti yang biasa dilakukan orang di Korea Selatan.
Di antara hukuman yang telah dijatuhkan adalah 15 tahun di kamp kerja paksa dan denda bagi orang tua yang anaknya melanggar larangan.
Siapa pun yang kedapatan mengimpor bahan terlarang dari Korea Selatan akan menghadapi hukuman penjara seumur hidup, sementara mereka yang mengimpor barang yang sama dari Amerika Serikat atau Jepang bisa menghadapi hukuman mati.