Bisnis.com, JAKARTA - Tahun lalu, COVID-19 berdampak ringan atau tidak sama sekali pada anak-anak. Anak-anak kebanyakan dianggap sebagai pembawa virus dan jarang menunjukkan gejala apapun.
Namun, pada gelombang kedua pandemi, keadaan jauh berbeda dan virus berubah menjadi sama menular baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.
Anak-anak, termasuk bayi baru lahir, umumnya mengalami gejala virus corona ringan dan pulih lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa. Hanya dalam kasus yang jarang terjadi, mereka mengembangkan infeksi akut, tetapi risiko gejala yang bertahan lama atau COVID yang lama tetap sama.
COVID ringan atau sedang berlangsung sekitar 15 hari atau 2 minggu bagi kebanyakan orang. Selama fase pemulihan, gejalanya hilang dengan sendirinya secara perlahan. Tetapi beberapa orang mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan setelah 15 hari masa pemulihan mereka dari fase akut penyakit tersebut.
Long COVID didefinisikan sebagai tanda dan gejala yang berkembang selama atau setelah infeksi virus corona dan berlanjut selama lebih dari 12 minggu setelah periode infeksi.
Dalam kebanyakan kasus, anak-anak mengembangkan gejala COVID ringan seperti demam, batuk, sesak napas, kelelahan, sakit tenggorokan, diare, kehilangan penciuman dan kehilangan rasa atau tetap tanpa gejala.
Tetapi ada bukti yang berkembang yang menunjukkan bahwa beberapa anak dapat mengembangkan long COVID, bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala apa pun setelah tertular virus. Beberapa kasus sindrom inflamasi multisistem atau sindroma multisistem inflamasi pediatrik (PIMS) telah ditemukan pada anak-anak setelah masa pemulihan. Selain itu, mereka juga bisa mengalami brain fog, nyeri otot, nyeri, masalah gastrointestinal, mual, pusing, kejang, halusinasi dan nyeri testis.
Berdasarkan sebuah penelitian di Italia yang mengamati 129 anak-anak berusia antara 6 dan 16 tahun, yang terinfeksi virus corona antara Maret dan November 2020, sekitar 42,6 persen anak-anak tersebut mengalami gejala selama lebih dari 60 hari pasca-infeksi.
Studi kasus serupa yang dilakukan di Swedia, pada lima anak berusia antara 9 hingga 15 tahun mengungkapkan bahwa semuanya memiliki gejala seperti kelelahan, dispnea (sesak napas), jantung berdebar-debar atau nyeri dada bahkan 6 hingga 8 bulan setelah infeksi awal.
Alasan sebenarnya mengapa anak-anak mengalami gejala COVID-19 beberapa minggu setelah infeksi awal masih belum diketahui. Dalam kasus orang dewasa, berspekulasi bahwa gejala COVID-19 tetap ada bahkan setelah infeksi awal karena masih adanya virus aktif dalam sistem, infeksi ulang, sistem respons imun yang lemah, atau kondisi yang sudah ada sebelumnya. Ditunjukkan bahwa stres pasca-trauma setelah penyakit juga bisa menjadi penyebabnya.
Namun, faktor yang menyebabkan gejala long COVID mungkin berbeda dengan orang dewasa. Menurut para ahli, diperlukan lebih banyak penelitian di bidang ini untuk menentukan faktor-faktor yang dapat membuat anak-anak mengalami gejala COVID jangka panjang. Lebih banyak penelitian sedang dilakukan untuk memahami penyebab pasti yang dapat menyebabkan gejala jangka panjang pada orang dewasa maupun anak-anak.