Bisnis.com, JAKARTA — Virus Corona varian Delta menjadi buah bibir di dunia, seiring dengan lonjakan pasien Covid-19 belakangan ini. Begitu banyak informasi yang beredar mengenai varian ini yang menggambarkan karakter dan keganasannya, tapi apakah semuanya benar?
Mengutip Tempo, Senin (21/6/2021), berikut ini keterangan yang dihimpun dari laman gavi.org yang menghimpun data WHO dan publikasi sejumlah studi yang juga sudah pernah ditulis di kanal ini dari sumber jurnal maupun laman new scientist. Ada lima hal yang sudah diketahui dan beberapa lainnya masih belum jelas tentang karakter dari varian Delta ini.
1. Menyebar cepat ke seluruh dunia
Covid-19 varian Delta pertama kali dideteksi di India pada akhir 2020, di mana dia diduga berada di balik tsunami gelombang kedua wabah Covid-19 di negara itu. Per 14 Juni, menurut data WHO, varian ini telah ditemukan di 74 negara.
Kantor perwakilan WHO di Eropa telah memperingatkan negara-negara di benua itu yang sedang bersiap mencabut pembatasan sosial, mengizinkan kerumunan, dan membuka pintu-pintu perbatasannya akan ancaman varian ini.
2. Lebih mudah menular
Satu kawasan yang sudah 'dikuasai' varian Delta adalah Inggris Raya. Sejak kasus pertamanya terdeteksi pada Februari, Covid-19 varian Delta telah dengan cepat menggeser dominasi varian Alpha yang pertama dideteksi menyebar dari dalam negeri itu.
Varian alpha sebenarnya sudah lebih menular, 49-90 persen lebih tinggi, daripada varian SARS-CoV-2 di awal pandemi. Namun varian Delta terukur 40 persen lebih menular daripada Alpha, dan kini telah mendominasi hingga 91 persen kasus baru di Inggris Raya. Sebagian peneliti bahkan mengkalkulasi kemampuannya menginfeksi lebih garang lagi, 30-100 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Alpha.
Para peneliti sedang menyelidiki faktor di balik penguatan daya tular itu. Saat ini yang telah diketahui adalah adanya perubahan kecil dalam protein paku virus varian ini yang meningkatkan kemampuannya mengikat reseptor ACE2 pada sel yang hendak diinfeksi. Studi lain, tapi belum mendapat peer review, menduga adanya mutasi terpisah dalam varian ini yang memudahkannya melewati sistem imun tubuh yang diinfeksinya.
3. Mungkin menyebabkan gejala yang berbeda
Varian Delta tak terkecuali menyebar cepat di Cina. Di negara ini, para dokternya melaporkan pasien yang menderita sakit lebih berat dan kondisi memburuk lebih cepat daripada pasien yang pernah mereka rawat pada awal pandemi.
Di Inggris Raya, data dari Zoe Covid Symptom Study, di mana para partisipan melaporkan gejala harian via aplikasi di ponsel, juga menduga adanya perubahan gejala bersamaan dengan merebaknya varian ini. "Gejala batuk menjadi lebih jarang dan kami bahkan tak lagi memiliki hilangnya kemampuan indera penciuman di daftar 10 gejala teratas," kata Profesor Tim Spector, yang memimpin studi.
4. Menambah peluang rawat inap di rumah sakit
Menurut studi di Skotlandia yang dipublikasikan dalam Jurnal The Lancet terbit 14 Juni, varian delta berasosiasi dengan berlipatgandanya risiko rawat inap dibandingkan jika seorang pasien terinfeksi varian alpha. Studi menggunakan data hampir 20 ribu kasus Covid-19 antara 1 April dan 6 Juni 2021. Orang dengan komorbid akan memiliki risiko rawat inap yang lebih besar lagi.
5. Satu dosis vaksinasi tak banyak membantu, tapi dua dosis akan sangat melindungi
Studi yang sama, di Skotlandia menduga orang-orang yang telah menerima vaksinasi Covid-19 memiliki peluang lebih kecil untuk rawat inap jika terinfeksi varian Delta. Ini dibandingkan dengan orang-orang yang belum pernah divaksin. Namun, satu dosis vaksinasi belum akan mendapatkan perlindungan yang kuat hingga setidaknya 28 hari setelah penyuntikan.
Dua pekan setelah menerima dosis kedua, vaksin Pfizer menyediakan proteksi sebesar 79 persen terhadap infeksi Covid-19 varian Delta, dan 92 persen melawan infeksi yang varian Alpha. Vaksin AstraZeneca, dua dosisnya memberi perlindungan 92 persen melawan risiko rawat inap dari infeksi varian delta dan 86 persen pengurangan risiko rawat inap jika terinfeksi varian alpha.
Data juga menunjukkan efektivitas vaksin AstraZeneca melawan infeksi bergejala sebesar 74 persen jika melawan varian Alpha dan 64 persen kalau menghdapi infeksi varian Delta.
Data terpisah yang dipublikasi Public Health England menduga vaksin Pfizer 88 persen efektif melawan infeksi bergejala dari varian Delta dua minggu setelah dosis yang kedua. Bandingkan dengan efektivitas 93 persen melawan yang varian Alpha. Data di sini juga menunjukkan satu dosis vaksin tak cukup efektif melawan varian Delta ketimbang Alpha.
Selain lima hal yang sudah bisa dijelaskan itu, ada dua hal lain yang juga ramai dibicarakan perihal Covid-19 varian Delta tapi sesungguhnya belum bisa dijawab pasti. Keduanya adalah,
1. Apakah varian Delta berasosiasi dengan angka kematian lebih tinggi?
2. Apakah kita masih perlu dosis booster?