Virus corona varian Lambda/Istimewa
Health

Varian Lambda Menyebar ke 28 Negara, Lebih Berbahaya dari Varian Delta?

Rika Anggraeni
Jumat, 30 Juli 2021 - 10:26
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Virus Corona atau SARS-CoV-2 terus bermutasi beberapa kali dengan jenis yang lebih menular dan mematikan daripada yang lain. Benarkah Covid-19 varian Lambda lebih berbahaya dari varian Delta?

Untuk saat ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasikan sebanyak empat mutasi sebagai varian yang mengkhawatirkan, di antaranya Alfa, Beta, Gamma, dan Delta. Sementara empat lainnya, yaitu Eta, Iota, Kappa, dan Lambda, telah ditetapkan sebagai varian yang diperhatikan atau variants of concern.

Lantas, apa sebenarnya seluk-beluk varian Lambda?

Varian Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Desember 2020. Lambda adalah variasi dari virus Corona baru yang pertama kali tercatat di negara itu pada Agustus 2020.

Melansir dari Aljazeera.com pada Kamis (29/7/2021), varian Lambda sudah menyebar di 28 negara, termasuk Argentina, Brasil, Kolombia, Ekuador, dan Inggris. Asal-usul pasti varian Lambda masih belum jelas, tetapi para ilmuwan mengatakan varian ini pertama kali muncul di Amerika Selatan.

“Ketika kami menemukannya, itu tidak menarik banyak perhatian. Tetapi kami terus memproses sampel, dan pada bulan Maret, sudah ada di 50 persen sampel di Lima. Pada April, itu ada di 80 persen sampel di Peru,” kata Pablo Tsukayama, seorang dokter mikrobiologi molekuler di Universitas Cayetano Heredia di Lima seperti dikutip dari Aljazeera.com, Kamis (29/7/2021).

Ricardo Soto-Rifo, ahli virologi dari Institut Ilmu Biomedis Universitas Chili mengatakan salah satu mutasi berlabel L452Q mirip dengan mutasi yang juga ditunjukkan pada varian Delta yang diyakini berkontribusi pada tingkat infeksi yang tinggi dari jenis itu.

Namun, Soto-Rifo mengingatkan befek mutasi yang sebenarnya masih belum jelas. Pasalnya, varian Lambda merupakan jenis mutasi Covid-19 yang telah ditunjukkan terutama di Amerika Selatan.

"Hal itu menempatkan kami pada posisi yang kurang menguntungkan, karena kami tidak memiliki semua sumber daya untuk melakukan penelitian yang diperlukan,” jelasnya.

Soto-Rifo melakukan studi pendahuluan dengan menilai efek vaksin CoronaVac yang dikembangkan China pada strain Lambda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lambda mampu menetralkan antibodi yang dihasilkan oleh vaksin.

Menurutnya, sebagian dari kemanjuran vaksin dapat diukur dengan respons imunisasi, tetapi juga oleh respons sel-T, yang merangsang produksi antibodi dan membantu memerangi sel yang terinfeksi virus.

“Hasil ini diharapkan. Virusnya sudah berubah dan itu bisa membuat vaksin tidak seefisien virus aslinya, tapi bukan berarti vaksinnya tidak berfungsi lagi,” katanya.

Namun, PhD dalam Biologi Molekuler dan Sel dari Universitas Oxford Dr Roselyn Lemus-Martin mengatakan varian Lambda belum menjadi kekhawatiran.

Meski awalnya, Lemus-Martin mengkhawatirkan Lambda dapat menular lebih cepat dari varian Delta.

“Tetapi saat ini, di AS, misalnya, kami telah melihat bahwa Delta terus menjadi strain dominan, dan apa yang kami perhatikan adalah bahwa Lambda tidak menyebar secepat [di area lain],” katanya.

Berbeda dengan Tsukayama di Universitas Cayetano Heredia di Lima yang mengatakan masyarakat harus tetap berhati-hati dengan varian Limbda.

Lebih lanjut, Tsukayama mengatakan kapasitas penelitian Peru untuk mengukur efek Lambda terbatas. Hal ini yang membuatnya lebih sulit untuk mengevaluasi penyebaran varian.

“Lambda memiliki banyak karakteristik Gamma, dan itu juga telah menyebar di negara lain. Apa yang belum kami miliki adalah jumlah bukti yang sama dengan yang dilakukan orang Brasil,” jelasnya.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro