Bisnis.com, JAKARTA - Vaksin Sinopharm buatan China gagal membentuk antibodi setelah disuntikkan kepada seperempat dari kelompok manula yang diuji di Budapest, menurut studi yang dilakukan oleh oposisi Balai Kota Budapest.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (3/8/2021), hasil tersebut dipublikasikan pada saat Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban menghadapi kritik karena menggunakan Sinopharm secara luas kepada lansia. Orban telah menawarkan untuk mendapatkan vaksin Covid-19 dosis ketiga bagi siapapun yang menghendakinya.
Hungaria tercatat menjadi negara dengan kematian akibat Covid-19 per kapita tertinggi setelah Peru. Hungaria juga menjadi satu-satunya negara Uni Eropa yang menggunakan vaksin dari Sinopharm.
Studi ini melibatkan 13.524 orang yang berumur sekitar 60 tahun. Lebih dari setengahnya telah disuntik vaksin Sinopharm.
Hasilnya, sebanyak 25,9 persen partisipan tidak menghasilkan antibodi minimum sebanyak 50 AU per milliliter, dibandingkan dengan 3,2 persen dari orang-orang yang menerima vaksin Sputnik V, sebanyak 1,6 persen Pfizer-BioNtech, dan 1,1 persen Moderna.
Kemampuan Sinopharm dalam menghasilkan antibodi semakin memburuk pada usia yang semakin tua, di mana orang-orang yang sudah divaksin ternyata tidak mencatatkan peningkatan antibodi minimum 34,5 persen di antara umur 80 tahun ke atas.
Pemerintah Orban menilai lambatnya pengadaan vaksin Pfizer dan Moderna yang dibeli dari China dan Rusia. Selain Sinopharm, negara ini juga telah menggunakan vaksin AstraZeneca dan Janssen.