Aturan makan 20 menit
Kuliner

Cukupkah Waktu 20 Menit Makan di Restoran? Ini Kata Dokter

Desyinta Nuraini
Selasa, 3 Agustus 2021 - 10:28
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - berapa lama biasanya orang menghabiskan waktu untuk makan? 10 menit, 20 menit, 30 menit atau 1 jam?

Sebenarnya makan terlalu cepat atau terlalu lama tidak baik untuk kesehatan. Tapi kebanyakan orang memiliki waktu berbeda untuk menghabiskan makanannya.

Belakangan, muncul kontroversi terkait waktu makan menyusul diterbitkannya aturan makan maksimal 20 menit di warung makan/warteg, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Jawa dan Bali tengah menjadi sorotan.

Khusus di DKI Jakarta, pengunjung yang ingin makan di tempat wajib menunjukkan surat vaksin. Ini sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas PPKUMK DKI Jakarta Nomor 402 tahun 2021 yang berlaku hingga 2 Agustus 2021.

Banyak pelaku usaha yang menyangsikan aturan tersebut. Namun bagaimana dari sisi kesehatan jika kita makan dalam waktu 20 menit?

Dokter Ahli Gizi Tan Shot Yen menerangkan sejatinya 20 menit adalah waktu yang cukup untuk makan. “20 menit lama lho buat disela minum, buat iris kentangnya pelan-pelan, kunyah baik-baik, cukup porsi,” ujarnya. 

Apalagi, secara alamiah di menit ke-20, muncul hormon kolesistokinin, dopamin, dan leptin yang memberi sinyal kenyang pada tubuh. Jika diberi waktu 20 menit, menurutnya tidak perlu makan dengan terburu-buru karena bisa menimbulkan efek yang kurang baik, misalnya seperti kembung karena biasanya udara ikut masuk, tersedak, hingga makanan yang tidak bisa tercerna dan diserap dengan baik.

Kendati demikian, Tan sejatinya tidak sepakat dengan dibukanya kembali makan di tempat (dine in) selama pandemi Covid-19, walaupun itu berlaku di luar ruang. Sebab risiko penularan tetap bisa terjadi selama ada pengunjung lain di sana. “Buka masker 1 detik pun risiko penularan bisa terjadi, apalagi pakai ngomong. Outdoor kalau sebelah kiri kanannya orang, juga ngeri kan ,” singgungnya.

Dia menyarankan agar warung makan, kafe, atau restoran sebaiknya selama angka kasus masih tinggi, tetap tidak melayani makan ditempat, alias makanan dibungkus dan dibawa pulang. Bila perlu menurut Tan, para pengelola warung makan membuat inovasi ala penjual nasi kucing. 

Artinya, makanan sudah dibungkus dan diberi keterangan mengenai isi di dalamnya, dengan demikian bisa meminimalisir kontak antara pembeli dan penjual. “Tinggal ambil, enggak pake tanya, kasih harga bujet,” pungkas Tan.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman berpendapat dalam kondisi penyebaran Covid-19 yang masih serius, makan langsung di warung hingga restoran sebaiknya dihindari. Dia menyarankan agar makanan lebih baik dibungkus dan dibawa pulang alias take away. 

"Kita harus lihat risikonya lagi tinggi," ujarnya saat dihubungi Hypeabis.id.

Kalaupun terpaksa harus makan di tempat, katanya harus pilih yang di luar ruang dengan jarak antara pengunjung yang jauh, serta adanya sirkulasi udara yang baik.

"Kecepatan angin di atas 50. Sekali lagi penularan melalui udara, Delta ini luar biasa efektif, lebih bain menurut saya take away saja," pungkasnya.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro