Presiden Joko Widodo meninjau vaksinasi COVID-19 bagi para pelajar di SMAN 1 Beber, Kabupaten Cirebon, Jabar, Selasa (31/08/2021). (Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr).
Health

Siswa Kembali Bersekolah, Prokes Jangan Kendor!

Tim Bisnis Indonesia
Selasa, 31 Agustus 2021 - 19:35
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Dimulainya Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sejumlah daerah pada Senin (30/8/2021) turut membawa PR (Pekerjaan Rumah), yakni pengetatan protokol kesehatan.

Dalam kunjungannya ke Cirebon, Jawa Barat, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan para pelajar dan santri mengenai keinginan dilaksanakannya pembelajaran tatap muka di sekolah. Para pelajar pun menjawabnya dengan antusias dan serentak.

“Apakah sudah ingin belajar tatap muka, pembelajaran tatap muka?” tanya Presiden, Selasa (31/8/2021), seperti dikutip dari laman setkab.go.id.

“Mau,” jawab para peserta vaksinasi secara serentak. Pada kesempatan itu, Kepala Negara kembali mengingatkan para pelajar dan santri agar tetap disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan apabila kegiatan pembelajaran tatap muka sudah dilaksanakan.

“Tapi tentu saja kalau sudah dimulai pembelajaran tatap muka, saya berharap anak-anak tetap harus disiplin menjaga protokol kesehatan,” ucap Kepala Negara.

Presiden juga mengimbau para pelajar untuk mengikuti dan mendukung program vaksinasi Covid-19 yang sedang dijalankan oleh pemerintah. “Ayo kita semuanya pakai masker, dan cepat-cepat kita semuanya ayo menuju ke (sentra) vaksinasi, minta vaksinasi, segera divaksin,” ujarnya.

Satgas Covid-19 Sekolah

Imbauan dan ajakan Jokowi untuk memperketat prokes sebelumnya juga disampaikan Satgas Penanganan Covid-19, yang meminta satuan pendidikan untuk membentuk Satgas Covid-19 tingkat sekolah sehubungan dengan dimulainya pembelajaran tatap muka (PTM).

Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, hal tersebut untuk memastikan keamanan masyarakat yang terjamin melalui protokol kesehatan yang dijalankan dengan baik.

Terkait hal ini, hingga per 22 Agustus 2021, sebanyak 31 persen dari total laporan 261.040 satuan pendidikan yang berada pada daerah dengan PPKM Level 3, 2 dan 1 telah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka secara terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat. 

"Pada prinsipnya, sistem pengawasan yang komprehensif dalam pembelajaran tatap muka bukan hanya tanggung jawab satuan pendidikan, tetapi juga orangtua di rumah dan unsur lingkungan lainnya di bawah pengawasan posko dan berbagai satgas yang juga dibentuk di berbagai fasilitas umum dan sosial," kata Wiku dalam keterangan pers, Kamis (26/8/2021).

Regulasi yang dijadikan dasar untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka secara nasional yaitu Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). 

Terkait juga dengan Inmendagri No. 35,36, dan 37 Tahun 2021 terkait pelaksanaan PPKM dengan mengoptimalkan posko penanganan Covid-19 di tingkat Desa dan Kelurahan, serta Panduan Pengawasan dan Pembinaan Penerapan Protokol Kesehatan di Satuan Pendidikan dari Kemenkes.

Dalam mengatur operasional pembelajaran tatap muka, beberapa regulasi ini telah mencakup tiga aspek besar yaitu terkait persiapan baik sebelum dan selama perjalanan, pelaksanaan di satuan pendidikan, dan evaluasinya. 

Secara teknis di dalamnya mengatur kapasitas, sistem skrining kesehatan yang telah terintegrasi dengan Sistem Peduli Lindungi sebagaimana yang juga diterapkan pada pembukaan di sektor lainnya, penetapan kriteria peserta didik maupun pengajar yang boleh mengikuti kegiatan tatap muka. 

"Beberapa strategi juga diterapkan untuk meminimalisir celah penularan misalnya terkait ventilasi, jarak, durasi, maupun standar perilaku setiap unsur yang terlibat," ujarnya.

Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Universitas Griffith, Australia Dicky Budiman mengatakan, pelaksanaan pembelajaran tatap muka atau pembukaan kembali sekolah sudah seyogianya dilakukan apabila melihat pembukaan kembali pusat perbelanjaan. Tentunya, pembukaan sekolah perlu persiapan khusus dan dilakukan secara bertahap.

‘’Untuk sekolah seharusnya yang dibuka pertama sebelum mal. Tahapannya sudah benar 50 persen [kapasitas]. Tentu ada banyak hal yang harus diperhatikan. Sekolah ini penting untuk masa depan bangsa ini. Salah kaprah kalau sekolah ditutup tetapi keramaian, mal, dibuka kembali,” katanya kepada Bisnis, Jumat (27/8/2021).

Dicky menyebut menunda-nunda pembukaan sekolah adalah akan melahirkan ancaman baru bagi bangsa Indonesia pada masa yang akan datang. Menunda pembukaan sekolah tak bisa dianggap sebagai strategi melindungi anak.

"Dalam masa pandemi, human development index banyak negara menurun, karena kesalahpahaman dalam menempatkan posisi sekolah. Sekolah seharusnya ditutup paling akhir saat pandemi memburuk dan dibuka paling awal saat pandemi membaik,” tegasnya.

Strategi Pencegahan

Lebih lanjut, menurut Dicky, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa beberapa sekolah yang telah menerapkan strategi pencegahan penyebaran virus Corona secara ketat dapat dibuka kembali untuk pembelajaran tatap muka dengan aman. Strategi pencegahan tersebut tentunya ikut mempertimbangkan indikator, tingkat, dan risiko penularan komunitas.

Kemudian, bagi siswa yang tinggal dengan orang-orang yang berisiko tinggi apabila terpapar Covid-19 perlu diberikan opsi pembelajaran secara virtual atau tidak bisa dipaksa untuk datang ke sekolah. Selain itu, setiap sekolah juga didorong untuk menerapkan pengelompokan siswa dalam jumlah yang mudah dikelola.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Latasha Safira menilai pembukaan kembali sekolah untuk pembelajaran tatap muka terbatas perlu didukung oleh peningkatan laju vaksinasi, terutama bagi para guru.

“Pemerintah juga perlu memperhitungkan adanya kemungkinan guru-guru yang belum terdata dalam skema vaksinasi akibat data yang belum diperbaharui secara berkala. Kemendikbudristek perlu berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengetahui perkembangan proses vaksinasi dan membantu memberikan asistensi bagi Dinas Pendidikan yang membutuhkan,” katanya.

Sekolah, menurut Latasha, juga perlu memastikan terpenuhinya beberapa poin yang disebutkan dalam SKB 4 menteri mengenai daftar periksa kesiapan sekolah, yaitu ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, akses kepada fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, adanya alat pengukur suhu thermogun dan memiliki pemetaan tentang warga satuan pendidikan.

“Sekolah-sekolah perlu diarahkan untuk mengidentifikasi siswa serta orang tua atau anggota keluarga yang memiliki penyakit bawaan ini. Mereka yang teridentifikasi sebaiknya tidak diwajibkan untuk mengikuti PTM,” imbuhnya.

Latasha juga menilai penutupan sekolah yang sudah berjalan lebih dari satu tahun telah banyak membawa dampak bagi peserta didik, seperti hilangnya kemampuan peserta didik dalam belajar, peningkatan angka putus sekolah, serta penurunan kesehatan mental mereka dan juga guru.

Perpanjangan PPKM

Presiden Joko Widodo memutuskan untuk kembali memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hingga 6 September 2021. Kendati demikian, situasi Covid-19 di Indonesia dalam sepekan terakhir menunjukkan tren perbaikan.

Dalam keterangannya yang disampaikan dalam kanal YouTube Sekretariat Negara, Senin (30/8) malam, Presiden mengungkapkan bahwa tingkat positif Covid-19 atau positivity rate terus menurun dalam sepekan terakhir. Tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) juga sudah membaik di sekitar 27 persen.

Menurut Presiden, wilayah Jawa Bali terdapat penambahan wilayah aglomerasi yang masuk ke level 3 yakni Malang Raya dan Solo Raya. Dengan demikian, wilayah aglomerasi yang masuk ke level 3 adalah Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya, Malang Raya dan Solo Raya.

“Untuk Semarang Raya berhasil turun ke level 2, sehingga secara keseluruhan di Jawa Bali ada perkembangan yang cukup baik,” jelas Presiden Joko Widodo.

Kepala Negara menambahkan untuk wilayah Jawa Bali yang berada di posisi level 4 dari 51 kab/kota menjadi 25 kab/kota, level 3 dari 67 kab/kota menjadi 76 kab/kota, level 2 dari 10 kab/kota menjadi 27 kab/kota.

Sementara itu, Presiden menyampaikan untuk wilayah di luar Jawa-Bali juga terjadi terjadi perbaikan. Level 4 dari 7 provinsi menjadi 4 provinsi. Level 4 dari 105 kab/kota menjadi 85 kab/kota. Level 3 dari 234 kab/kota menjadi 232 kab/kota. Level 2 dari 48 kab/kota menjadi 68 kab/kota. Adapun, untuk level 1 dari tidak ada menjadi 1 kab/kota.

Presiden Joko Widodo mengung­kap­kan bahwa hasil evaluasi penerapan protokol kesehatan di beberapa sektor juga memperlihatkan hal yang cukup baik. Oleh karena itu, pemerintah kembali melakukan beberapa penyesuaian.

“Meskipun demikian, kita semua tetap harus berhati-hati dalam menyikapi tren perbaikan ini. Kita harus melihat perkembangan situasi Covid di berbagai negara dan terus mengambil pelajaran penting darinya,” jelas Presiden.

Editor : Hafiyyan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro