Bisnis.com, JAKARTA - UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong agar sekolah segera melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) sesegera mungkin.
Namun, WHO mengingatkan saat hendak membuka kembali sekolah, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah cara menerapkan protokol kesehatan yang esensial, seperti menjaga jarak minimal satu meter dan memastikan murid dapat mencuci tangan dengan sabun dan air secara teratur.
“Namun, kita pun harus ingat bahwa sekolah tidak berada di ruang vakum. Sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dengan demikian, saat kita memutuskan untuk kembali membuka sekolah, kita harus pastikan penularan di masyarakat tempat sekolah berada juga dapat dikendalikan,” ujar perwakilan WHO untuk Indonesia Dr. Paranietharan dalam keterangannya, Rabu (15/9/2021).
Mengingat tingkat penularan varian Delta yang tinggi, lanjut dia, protokol kesehatan sangat penting ditegakkan untuk menurunkan penularan komunitas di semua lingkungan, termasuk lingkungan sekolah.
Di wilayah dengan angka kasus Covid-19 yang tinggi sekalipun, WHO tetap menyarankan agar sekolah kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan. “Dengan aturan kesehatan yang ketat, sekolah dapat menawarkan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak dibandingkan dengan keadaan di luar sekolah,” ujar Pranietharan.
Menurut dia, penutupan sekolah tidak hanya berdampak terhadap pembelajaran, tetapi juga terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak yang sedang berada di dalam tahap penting perkembangannya, serta dengan konsekuensi jangka panjang. Dalam survei yang dilakukan baru-baru ini oleh Kementerian Kesehatan RI dan UNICEF, ditemukan bahwa 58 persen dari 4.374 puskesmas di 34 provinsi melaporkan kesulitan menyediakan layanan vaksinasi di sekolah.
“Anak di luar sekolah juga lebih berisiko menjadi korban eksploitasi ataupun kekerasan fisik, emosional, dan seksual. Indonesia telah mencatat kenaikan yang memprihatinkan dari angka perkawinan usia anak dan kekerasan sejak pandemi bermula. Di pengadilan-pengadilan agama, permohonan dispensasi nikah naik tiga kali lipat dari 23.126 pada tahun 2019 menjadi 64.211 pada tahun 2020l,” ungkapnya.
Menurut data pemerintah, lebih dari 60 juta murid di Indonesia terdampak penutupan sekolah yang dilakukan pada bulan Maret 2020. Saat ini, baru 39 persen sekolah yang telah kembali dibuka dan menyelenggarakan PTM secara terbatas sejak 6 September 2021, sejalan dengan panduan nasional dari pemerintah.
“Bagi anak-anak, makna sekolah lebih dari sekadar ruang kelas. Sekolah adalah lingkungan tempat belajar, berteman, mendapatkan rasa aman, dan kesehatan,” kata Perwakilan UNICEF Debora Comini dalam kesempatan yang sama.
“Semakin lama anak berada di luar sekolah, semakin lama pula mereka terputus dari bentuk-bentuk dukungan penting ini. Jadi, seiring dengan pelonggaran pembatasan mobilitas karena Covid-19, kita pun harus memprioritaskan pembukaan kembali sekolah dengan aman agar jutaan murid tidak perlu menanggung kerugian pembelajaran dan potensi diri seumur hidupnya,” lanjutnya.
Sejalan dengan persiapan sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kembali PTM di Indonesia, dibutuhkan pula langkah-langkah pengamanan yang komprehensif untuk meminimalkan dampak penutupan sekolah yang berkepanjangan terhadap kehidupan seorang anak.
Perwakilan UNICEF Debora Comini mengatakan, pihaknya menyarankan tiga langkah prioritas dalam pembukaan sekolah tersebut. “Mengadakan program dengan sasaran khusus untuk mengembalikan anak dan remaja ke sekolah dengan aman, tempat mereka dapat mengakses pelbagai layanan yang memenuhi kebutuhan belajar, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lain dari anak,” ujarnya.
Selain itu, merancang program remedial atau program belajar tambahan untuk membantu murid mengejar pembelajaran yang hilang sambil membantu mereka memahami materi-materi baru.
“Mendukung guru agar dapat mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital,” ujar Debora.
#ingatpesanibu, #sudahdivaksintetap3m
#vaksinmelindungikitasemua
#ingatpesanibu