Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan farmasi Merck baru-baru ini mengungkapkan data pertama dari uji coba besar Fase 3 pengobatan antivirus oral untuk Covid-19 dan hasilnya menunjukkan pengobatan mengurangi risiko rawat inap atau kematian seseorang akibat Covid-19 sebesar 50 persen.
Ini tentu saja menjadi kabar baik dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Selasa (5/10) sangat menantikan untuk menerima data uji klinis tentang obat tersebut.
“Saya pikir semua orang menginginkan perawatan lebih awal sehingga kami mencegah orang dari, Anda tahu, mencapai kondisi yang parah dan benar-benar mati karena penyakit itu,” kata Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis WHO untuk Covid, selama tanya jawab virtual seperti dilansir dari CNBC, Rabu (6/10/2021).
Tidak seperti remdesivir obat intravena Gilead Sciences, molnupiravir Merck dapat diminum. Jika disetujui oleh Food and Drug Administration, itu akan menjadi pil pertama untuk mengobati Covid.
Sementara vaksinasi tetap menjadi bentuk perlindungan terbaik terhadap virus, para ahli kesehatan berharap pil seperti Merck akan mencegah penyakit berkembang pada mereka yang terinfeksi dan mencegah rawat inap.
Dr. Mike Ryan, direktur eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO mengatakan, badan tersebut masih menunggu untuk melihat data uji klinis mentah pada obat tersebut.
Pembuat obat lain juga sedang mengerjakan pil antivirus. Salah satu yang dibuat oleh Pfizer, yang mengembangkan vaksin Covid resmi pertama di AS dengan BioNTech, dapat tersedia pada akhir tahun ini, CEO Pfizer Albert Bourla mengatakan kepada CNBC pada bulan April.
Ryan juga mengatakan para pemimpin dunia dan pejabat kesehatan masyarakat juga harus memikirkan berapa harga obat yang bisa merugikan pasien.
“Biaya untuk merawat jutaan orang lebih awal dapat memiliki biaya yang signifikan, dan mungkin sepadan dengan investasi itu, tetapi kita harus melihat bagaimana itu akan berhasil,” kata Ryan.
Mengutip New Atlas, Rabu (6/10/2021), diperkirakan penggunaan penggunaan lima hari molnupiravir akan menelan biaya sekitar US$700 (sekitar Rp9,9 juta). Merck mengatakan akan menerapkan kebijakan harga berjenjang untuk memastikan obat tersebut dapat diakses oleh negara-negara berpenghasilan rendah.