Bisnis.com, JAKARTA – Sinovac Biotech Ltd China tengah menguji suntikan inaktifnya terhadap varian B.1.1.529 atau Omicron dalam sejumlah penelitian di laboratoriumnya, namun hasilnya masih belum bisa diumumkan.
Pembaruan ini datang ketika Pfizer Inc, yang membuat vaksin dengan pengguna terbanyak kedua setelah Sinovac, mengatakan bahwa tingkat antibodi penetralisir turun terhadap varian Omicron dibandingkan dengan jenis virus asli, tetapi mereka menyarankan perlunya suntikan booster untuk memberikan perlindungan tambahan bagi orang-orang. Demikian dilansir dari Bangkok Post, Kamis (9/12/2021).
Sinovac, vaksin virus corona yang paling banyak digunakan secara global ini sedang melakukan studi serupa yang dilakukan Pfizer, yang menggunakan pseudovirus, pengganti yang dimodifikasi secara genetik untuk patogen sebenarnya, kata seorang perwakilan perusahaan pada Kamis (9/12).
Setidaknya, ini akan memberikan informasi mengenai seberapa besar potensi tembakannya dan apakah masih efektif melindungi terhadap varian Omicron.
Pihak perusahaan menolak untuk mengatakan kapan hasilnya dapat dirilis.
Seberapa baik Sinovac bertahan melawan Omicron masih menjadi pertanyaan besar, terutama sebagian negara berkembang yang bergantung pada vaksin asal China ini, yang lebih mudah disimpan dan diberikan jika dibandingkan dengan vaksin mRNA.
Meskipun masih sangat efektif dalam mencegah penyakit parah dan kematian, vaksin ini melindungi jauh lebih sedikit terhadap penularan dan penyakit simtomatik daripada vaksin mRNA untuk jenis virus asli dan untuk varian Delta.
Perusahaan juga mengatakan sudah mendapatkan varian Omicron dan tengah mempelajari seberapa baik antibodi yang diinduksi vaksin mampu merespons virus hidup.
Varian Omicron, yang pertama kali diidentifikasi di Botswana dan Afrika Selatan ini telah ditetapkan sebagai variant of concern oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 26 November lalu.
Kemunculannya memicu kekhawatiran, sebab varian ini memiliki jumlah mutasi yang sangat besar termasuk sekitar 30 mutasi pada protein lonjakan dan 50 mutasi di seluruh sisa virus.
WHO juga telah memberikan peringatan, bahwa hal itu dapat memicu lonjakan dengan konsekuensi yang parah, sehingga negara-negara diminta untuk waspada dan bertindak cepat dalam mencegah varian baru ini.