Bisnis.com, JAKARTA - Vaksin Covid-19 Covovax menjadi perbincangan belakangan ini. Pasalnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa vaksin asal India tersebut haram.
MUI menetapkan fatwa haram karena pada tahapan produksi vaksin Covovax ditemukan ada pemanfaatan enzim dari pankreas babi.
Melansir Indian Express, Minggu (26/6/2022) Covovax merupakan vaksin NVX-CoV2373 versi SII, dikembangkan oleh Novavax yang berkantor pusat di Amerika Serikat.
Pada Agustus 2020, kedua perusahaan tersebut mengumumkan kesepakatan di mana Novavax telah memberikan lisensi kepada SII untuk memproduksi dan memasok vaksin di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah serta India. Kesepakatan tersebut diharapkan dapat mendukung pasokan minimal 1 miliar dosis vaksin ini di wilayah tersebut.
Simak Fakta-fakta Vaksin Covavax yang Diharamkan MUI
Cara Kerja Covovax
Seperti vaksin Covid-19 lainnya, Covovax menargetkan protein lonjakan pada permukaan virus SARS-CoV-2 protein yang memungkinkan virus menembus sel manusia. Novavax telah mencapai ini dengan merekayasa salinan protein lonjakan di laboratorium menggunakan sel ngengat.
Gen spike yang dimodifikasi ditempatkan di baculovirus, yang diketahui menginfeksi serangga. Virus ini kemudian digunakan untuk menginfeksi sel ngengat, membawa gen spike ke dalam sel.
Sel-sel kemudian membuat protein lonjakan, yang dipanen. Setelah dimurnikan, dosis tertentu dari protein lonjakan ini digunakan sebagai vaksin.
Begitu seseorang diberi suntikan vaksin ini, tubuh mereka diharapkan mengenali salinan protein lonjakan ini sebagai zat asing dan membangun kekebalan terhadapnya. Ketika virus yang sebenarnya mencoba menginfeksi sel, tubuh diharapkan mampu melawannya.
Efektivitas Covovax?
Vaksin Covovax telah melalui uji klinis sebelum akhirnya diproduksi massal. Vaksin tersebut juga disebutkan memberikan efektivitas hingga 96,4 persen terhadap penyakit ringan dan berat.
Terhadap varian virus mutan, efektivitas mencapai sekitar 86,3 persen (varian Inggris) dan hanya 55,4 persen di antara peserta HIV-negatif dalam uji coba di Afrika Selatan.
Dibandingkan dengan ini, Covishield (vaksin Covid-19 SII lainnya) memiliki kemanjuran sekitar 53 persen ketika dosis kedua diberikan kurang dari enam minggu setelah dosis pertama, yang merupakan rejimen yang diikuti di India.
Kemanjuran vaksin AstraZeneca-Oxford, yang menjadi dasar Covishield, bervariasi berdasarkan durasi antara suntikan pertama dan kedua dan dapat mencapai hampir 79 persen jika jedanya 12 minggu atau lebih.