Bisnis.com, SOLO - Belakangan ini viral dua kasus pernikahan yang batal lantaran uang dan mahar. Cerita batal menikah pertama datang dari Ryan Dono dan Yessy.
Ryan Dono memutuskan untuk membatalkan pernikahan karena beberapa hari sebelum hari H, mantan calon istrinya tersebut meminta sertifikat rumah.
Kehebohan kisah batal nikah antara Yessy dan Ryan Dono menjadi ramai dan diketahui publik karena Yessy mengunggah cerita versi dirinya ke TikTok.
Namun setelah dikonfirmasi kepada calon mempelai pria, ternyata alasan ia membatalkan nikah karena Yessy meminya sertifikat rumah.
Tak berselang lama setelah kasus Ryan Dono dan Yessy, kini muncul kasus serupa di Palembang, Sumatera Selatan.
Ialah Anjas yang memutuskan membatalkan pernikahan H-1 karena mantan calon istrinya, DN, membentak ibunya.
Anjas dan keluarga sudah melakukan lamaran ke pihak keluarga DN pada November 2022 lalu. Saat itu, Anjas telah memberikan uang sebesar Rp35 juta dan emas seberat 13 gram.
Akan tetapi beberapa hari sebelum acara pernikahan dimulai, pihak keluarga DN meminta uang tambahan sekitar Rp7 juta.
Pihak keluarga Anjas menyanggupi permintaan tersebut namun hanya bisa memberikan Rp6 juta saja alias kurang Rp700 ribu.
Dekorasi Pernikahan Tidak Sesuai Harapan
Total Anjas dan keluarga sudah memberikan uang Rp42 juta kepada pihak DN. Tapi betapa kaget Anjas saat berkunjung ke rumah calon istrinya tersebut.
Tampak dekorasi pernikahan tidak seperti dekorasi pada umumnya, justru, Anjas mengatakan jika tenda yang terpasang mirip dengan tenda yang biasanya digunakan untuk kematian.
Selain kecewa karena dekorasi, Anjas juga sakit hati lantaran ibunya dibentak sang calon istri lantaran kekurangan uang Rp700 ribu sebelumnya.
Melihat ibunya diperlakukan demikian, Anjas memutuskan untuk tidak meneruskan pernikahan dengan DN.
Hukum Membatalkan Nikah setelah Lamaran menurut Islam
Dilansir dari Islam NU, membatalkan nikah setelah lamaran sifatnya tidak apa-apa, asalnya alasanya jelas dan tidak dibuat-buat.
Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuh menjelaskan bahwa khitbah tidak bisa dianggap sama dengan nikah.
Keduanya merupakan dua komponen yang berbeda, sehingga mempunyai ketentuan yang juga berbeda.
"Melihat bahwasanya khitbah tidak bisa dikatakan akad nikah, dan khitbah hanyalah sebatas janji untuk menikah, maka menurut mayoritas ulama, bagi mempelai pria yang melamar dan wanita yang dilamar boleh untuk berubah pikiran dari lamarannya (janji nikahnya, red)” (Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut: Dar al-Fikr 2010], juz 9, h. 19).
Meski memang belum terjadi akad, namun pembatalan menikah menurut Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili dilakukan dengan alasan ayng tepat.
"Sebaiknya, memutuskan (pembatalan rencana nikah) atas wanita yang telah dilamarnya itu dengan menggunakan alasan-alasan nyata yang tidak dibuat-buat, tidak disebabkan mengikuti hawa nafsu, atau tanpa sebab yang bisa diterima oleh akal. Sehingga, pria yang melamar tidak berpaling dari tujuan melamar yang ia kehendaki, sebab dengan berpaling dari janjinya, ia dianggap telah merusak janji-janjinya” (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, 2010: juz 9, h. 19).