Bisnis.com, JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberikan tanggapannya terkait maraknya kasus bullying atau perundungan yang terjadi di institusi pendidikan kedokteran.
Belakangan, kasus perundungan bagi dokter yang menjalani pendidikan spesialis mendapat sorotan di media sosial. Berbagai pihak yang berkaitan pun turut memberikan respons.
Dr Moh. Adib Khumaidi, Ketua Umum Pengurus Besar IDI, menyampaikan bahwa IDI turut prihatin dengan adanya tindak perundungan yang dialami dokter. Adib menyampaikan maksud IDI untuk memberikan solusi dan penanganan bagi pelaku perundungan di kalangan profesi tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan perundungan ini, dibutuhkan kolaborasi antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek), institusi pendidikan dokter, Kementerian Kesehatan (Kemkes), dan organisasi profesi seperti IDI.
“Kami membuka hotline untuk menerima laporan dan menindaklanjuti kasus yang terjadi di lapangan,” kata Adib dalam wawancara bersama media (22/7).
Untuk penanganan kasus yang terjadi, Adib menyampaikan bahwa IDI tidak akan menoleransi pelaku perundungan. Tindak lanjut yang diberikan akan berdasarkan pada Fatwa Etik Kedokteran tentang Perundungan pada Lingkungan Profesi Kedokteran yang diresmikan Maret 2022 lalu. Selain itu, tindakan hukum juga akan diambil apabila kasus mengandung kriminalitas.
Dr Tommy Dharmawan, Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia juga memberikan tanggapan akan problematika ini. “Masalah bullying ini adalah definisinya yang perlu diperjelas dan penggajian yang tidak layak bagi PPDS [peserta pendidikan kedokteran spesialis],” ungkap Tommy (22/7).
Korban perundungan di kalangan PPDS menurut Tommy berasal dari kelompok dokter muda berusia 26 sampai 35 tahun. Penggajian yang di masih di bawah UMR menjadi masalah yang memberatkan pendidikan spesialis yang ditempuh. Perundungan memang seringkali melibatkan uang, dengan dokter senior yang menagih sejumlah uang pada juniornya di luar kebutuhan pendidikan.
Dia menilai, perundungan juga perlu diberi definisi yang jelas dan dipisahkan dari tugas dan tanggung jawab PPDS. Hal itu akan memudahkan penanganan pada tindakan perundungan dan yang mengandung kekerasan.
Tommy juga menyampaikan peran JDN sebagai sarana advokasi, edukasi, dan kolaborasi bagi sesama profesi dokter. “Kami akan membuat forum untuk PPDS dan melakukan advokasi bersama institusi pendidikan untuk membuat hotline,” kata Tommy.
Untuk sistem pengaduan ini sendiri, Adib dan Tommy mengatakan bahwa diperlukan kolaborasi institusi pendidikan dan organisasi profesi untuk menyediakan wadah pengaduan. Sistemnya akan tertutup untuk melindungi pelapor.
Adib juga menyatakan komitmen IDI untuk mendampingi korban perundungan. “Kami akan melindungi korban agar tetap bisa melanjutkan studi tanpa mendapat ancaman,” katanya.
Sebelumnya, pada 21 Juli, Kemenkes telah merilis sistem pengaduan perundungan melalui https://perundungan.kemkes.go.id/ dan hotline 081299799777. Sistem pengaduan ini dibuat berdasarkan Instruksi Menteri Kesehatan yang terbit pada 20 Juli 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan terhadap Peserta Didik pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kementerian Kesehatan.