Bisnis.com, JAKARTA - Alergi pada anak merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemui. Namun, jika tidak ditangani, bisa mengganggu pertumbuhan bahkan mengganggu kecerdasan anak.
Alergi merupakan suatu kondisi dimana sistem imun tubuh anak bereaksi terhadap suatu zat pemicu atau alergen baik dari makanan seperti kacang, susu sapi, telur dan ikan, dari iritan berupa debu, asap rokok, polusi, obat obatan, atau bulu hewan.
Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair, Prof. Dr. dr. Anang Endaryanto, SpA(K), MARS menyebutkan alergi yang paling banyak dialami oleh anak adalah asma dan rhinitis karena debu rumah, dengan prevalensi 10 sampai 20% di Asia Tenggara.
Adapun, risiko anak mengalami alergi tetap ada meskipun orang tuanya tidak memiliki riwayat alergi. Prof Anang menyebutkan, apabila kedua orang tua tidak alergi, bukan berarti anaknya pasti tidak alergi, karena bisa saja diturunkan dari kakek, nenek, atau saudara dekat.
"Untuk yang orang tuanya tidak ada alergi, risikonya masih 15%. Kalau saudara kandungnya alergi maka risikonya anak alergi 25 sampai 30%. Lalu kalau salah satu orang tuanya alergi itu sampai 40% risiko alerginya. Sementara kalau orang tuanya alergi itu 50 sampai 60% risiko alerginya," paparnya.
Alergi pada anak dapat menyebabkan beberapa gejala yang ringan hingga berat yang dapat menyebabkan kondisi anak memburuk, sampai mengganggu kecerdasannya jika tidak segera ditangani.
Prof. Anang mengatakan criticla window atau jendela kritis untuk menangani alergi pada anak terjadi pada usia 0-1 tahun. Orang tua perlu segera memeriksakan apabila anak mengalami gejala-gejala seperti gatal, batuk, pilek, dan sesak berulang, jika terpapar alergen tertentu jika muncul pada masa jendela kritis tersebut.
"Seorang anak bisa tumbuh cerdas baik fisik, intelektual, emosional, dan sosial itu ditentukan di setahun pertama pertumbuhan. Kalau alergi pada saat ini kita tidak bisa tangani, maka dia akan mengalami inflamasi peradangan ringan terus-menerus itu bisa menyebabkan peradangan pada otak, sehingga kapasitas otak untuk terus tumbuh, sel selnya untuk tumbuh itu bisa terhambat dan dampaknya di masa depan itu bisa sampai gangguan fungsi otak," paparnya.
Oleh karena itu, orang tua perlu mengetahui terlebih dahulu sumber alergennya. Selanjutnya, terdapat beberapa intervensi terhadap alergi yang bisa dilakukan antara lain eliminasi provokasi jika mengalami alergi pada makanan tertentu.
"Eliminasi provokasi ini misalnya anak alergi susu sapi, kita eliminasi susu sapi sepekan, kemudian pekan berikutnya dicoba berikan lagi atau provokasi secara bertahap sesuai standar, sampai dia akhirnya toleransi," jelasnya.
Sementara itu, apabila anak mengalami alergi debu rumah, maka bisa dilakukan imunoterapi.
"Imunoterapi ini memang saat ini masih sulit didapatkan, dan perjalanan pengobatannya panjang bisa bertahun-tahun. Tapi manfaatnya sangat besar, terutama pada anak agar tidak sampai terjadi gangguan pada perkembangan otaknya," ungkapnya.
Selain mengancam gangguan pertumbuhan dan kecerdasan, alergi yang berkepanjangan juga bisa memicu penyakit lain, kata Prof. Anang.
"Alergi berkepanjangan yang tidak ditangani sejak dini juga bisa menyebabkan kemunculan berbagai penyakit di belakang hari seperti autoimun, diabetes, kardiovaskuler sampai kanker, karena sistem imunnya tidak diperbaiki sejak awal," jelasnya.