Bisnis.com, JAKARTA – Apakah Anda malas bergerak? Jika iya, Anda berisiko tiga kali lipat terserang demensia. Sebuah penelitian yang diterbitkan di JAMA menemukan duduk diam selama 10 jam atau lebih setiap harinya menimbulkan masalah fungsi kognitif.
Demensia adalah kondisi penurunan kemampuan berpikir, mengingat, atau mengambil keputusan atas sebuah hal yang umumnya menyerang usia 65 tahun ke atas.
Dilansir Medical News Today, Rabu (29/5/2024) dalam penelitian itu menjelaskan bahwa malas bergerak memicu gangguan tekanan darah yang mengalirkan oksigen ke seluruh organ tubuh, termasuk otak sebagai pusat sistem saraf dan tempat penyimpanan informasi.
“Kita tahu bahwa gaya hidup yang kurang gerak dikaitkan dengan sejumlah dampak kesehatan yang buruk dan penyakit kronis, termasuk diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung,” kata dr. Carolyn Fredericks, dikutip pada Rabu (29/5/2024).
Penelitian itu mengumpulkan data dari UK Biobank guna memeriksa 49.841 orang dewasa berusia 60 tahun atau lebih yang tidak didiagnosis menderita demensia. Mereka dimonitoring menggunakan gelang akselerometer agar peneliti mengetahui kondisi subjek.
Akselerometer digunakan dari Februari 2013 hingga Desember 2015. Lalu, di Inggris berlangsung hingga September 2021, Juli 2021 di Skotlandia, dan Februari 2018 di Wales.
Hasilnya dari akselerometer memperlihatkan semakin lama orang lanjut usia berperilaku malas dengan duduk rata-rata 10 jam ber hari, meningkatkan risiko terjadinya demensia.
Lebih dari itu, malas bergerak juga memperbesar terjangkit diabetes dan obesitas lantaran lemak yang seharusnya terbakar melalui gerakan seperti berjalan atau berlari, justru menumpuk dalam tubuh akibat malas bergerak.
“Duduk berlebihan dan perilaku tidak banyak bergerak lainnya dikaitkan dengan obesitas dan kelebihan berat badan, kanker tertentu, hipertensi dan penyakit metabolik, dan bahkan masalah kesehatan mental, seperti depresi dan demensia. Ada tempat untuk sofa, dan semua orang berhak istirahat, tapi tidak boleh terpaku pada furnitur jika kita mengkhawatirkan kesehatan fisik dan mental,” tutur ahli fisiologi olahraga Matther Stuits Kolehmainen.
Di sisi lain, Keilan Cooper peneliti ilmu kognitif dan ilmu saraf di Universitas California, Irvine, mengatakan malas bergerak secara tidak langsung merusak sel-sel otak akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
“Meski belum sepenuhnya dipahami, berkurang aktivitas fisik menyebabkan berbagai efek negatif, termasuk penambahan berat badan, peningkatan peradangan, dan berkurangnya aliran ke otak,” katanya dikutip dari Health.
“Jika digabungkan, faktor-faktor ini dapat meningkatkan risiko demensia seseorang kemungkinan besar disebabkan oleh perusakan langsung dan tidak langsung pada sel-sel otak,” lanjutnya.
Di Indonesia, menurut Kementerian Kesehatan, demensia alzheimer paling banyak ditemukan di Jawa dan Bali dengan prevalensi 20%. Sedangkan rata-rata secara nasional 27.9% atau lebih dari dari 4.2 juta penduduk Indonesia menderita demensia.
Pada skala global, 50 juta Individu terserang demensia dengan prevalensi sekitar 4-9% pada individu berusia lebih dari 60 tahun, dan diprediksi akan meningkat sampai 158,8 juta pada tahun 2050. (Muhammad Sulthon Sulung Kandiyas)