Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti dari Universitas Indonesia menyebut paparan polusi udara di Jakarta berisiko masuk ke dalam ruangan kantor atau rumah yang menyebabkan sick building syndrome, sehingga bisa merugikan perusahaan dan kesehatan pekerja.
Kepala Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI), Budi Haryanto mengatakan, polusi udara yang terbawa ke dalam ruangan berasal dari pergerakan pekerja dari rumah ke kantor dan sebaliknya. Dalam perjalanan, pencemar dari emisi kendaraan dan kondisi sekitar dapat menempel di pakaian pekerja dan menyebar di dalam ruangan tertutup.
“Pekerja keluar-masuk dari rumah, naik sepeda motor, kemudian di jalan tertempel pencemar kimia dari kendaraan lain atau virus dan bakteri dari jalan, sehingga saat di kantor pencemar yang menempel di sepatu atau pakaiannya bisa menyebar,” kata Budi dalam keterangannya, Rabu (10/7/2024).
Dia menuturkan pencemar biologis atau kimiawi dapat menempel pada orang yang ada di dalam ruangan tertutup. Ada juga pencemar dari kegiatan perkantoran, seperti penggunaan mesin cetak dan fotokopi, membuat polusi udara di dalam ruangan makin parah.
Apa Itu Sick Building Syndrome?
Budi menyebut adanya sick building syndrome, yakni fenomena gedung perkantoran yang memiliki tingkat konsentrasi polusi udara yang tinggi. Kondisi ini dapat diperparah oleh ketiadaan ventilasi yang baik.
Berdasarkan situs Nafas Indonesia, sistem pendingin terpusat di perkantoran memompa udara dari luar ke dalam bangunan. Polusi udara dalam bangunan terjadi ketika sistem penyaringan kurang baik dan diperparah oleh kualitas udara perkotaan yang buruk.
Menurutnya, sick building syndrome dapat mengganggu pekerja secara langsung dalam bentuk penyakit, seperti batuk dan pusing kepala. Pekerja yang menderita penyakit ini harus beristirahat satu-dua hari setiap bulannya.
“Pekerja yang mengalami gangguan di organnya bisa dirawat di rumah sakit selama berbulan-bulan. Kondisi ini jelas akan merugikan produktivitas pekerja dan perusahaan,” ujar Budi.
Bahaya Polusi Udara
Budi mengungkapkan, sebanyak 60 persen penyakit yang diidap seseorang pada umumnya berasal dari paparan polusi udara.
Menurut Budi, dampak polusi udara terhadap kesehatan fisik maupun mental dapat dibagi menjadi dua: jangka pendek dan panjang. Dalam jangka pendek, penyakit pada orang yang terpapar polusi udara berupa batuk, flu, dan radang tenggorokan.
Penyakit jangka panjang berisiko lebih kronis. Budi menjabarkan, pencemar kimia dapat tersimpan di dalam paru-paru dan organ lain, seperti otak, ginjal, dan jantung melalui saluran peredaran darah. Timbunan pencemar dapat menyebabkan gangguan jantung, ginjal, kanker paru-paru, bahkan stroke.
Selain penyakit fisik, polusi udara juga salah satu pemicu penyakit mental. Timbunan pencemar di otak dapat memicu gangguan kecemasan, demensia, dan depresi.