Bisnis.com, JAKARTA - Mpox atau cacar monyet sudah jadi kedaruratan kesehatan global, terutama di Afrika. CDC Afrika dalam Indonesia Africa Forum 2024 menegaskan agar seluruh masyarakat global tidak menganggap enteng penyakit ini.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sejak dimulainya pemantauan mpox pada 2022 hingga 31 Juli 2024, sudah terdapat 102.977 kasus mpox yang dikonfirmasi karena Mpox klade I dan klade II.
Dari seluruh kasus, terdapat 219 kematian, telah dilaporkan oleh 121 negara di seluruh dunia. Semua kasus MPXV klade I telah dilaporkan dari benua Afrika kecuali satu yang dilaporkan oleh Swedia dan satu oleh Thailand.
Di Afrika sendiri pada 2024, sudah ada lebih dari 20.000 kasus mpox akibat MPXV klade I dan klade II, yang telah dilaporkan dari 13 Negara Anggota Uni Afrika, termasuk lebih dari 3.000 kasus yang dikonfirmasi dan lebih dari 500 kematian.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal CDC Afrika, Jean Kaseya mengatakan, akan jadi keselahan besar jika dunia mengabaikan mpox.
"Saya pikir jika dunia mengabaikan mpox, mereka membuat kesalahan besar. Itu kesalahan yang sama yang kita buat untuk Covid. Ketika covid dimulai, kita mengira itu tidak bergejala. Itu hanya untuk orang muda dan dunia tidak benar-benar memperhatikan, hasilnya ratusan juta orang meninggal dunia sepanjang pandemi," ujarnya dalam IAF, Selasa (3/9/2024).
Jean menegaskan apa yang terjadi dengan penyebaran mpox sangat berbahaya. Tidak hanya untuk Afrika, tetapi untuk dunia.
Menurutnya, sebaran mpox yang begitu besar di Afrika saat ini juga merupakan imbas perlakuan yang tidak adil pada 2022. Ketika WHO mengumumkan keadaan darurat yang menjadi perhatian internasional untuk mpox di Eropa.
"Saat itu ada begitu banyak kasus [mpox] di Eropa, dan mereka pikir kondisinya baik-baik saja di Afrika. Sampai akhirnya mulai ada peningkatan kasus pada 2023, tetapi pada saat itu kita belum mendapat vaksin. Padahal saat itu ketersediaan vaksin dan obat-obatab ada, tapi saat itu tidak ada yang memberi Afrika vaksin dan obat-obatan. Mereka menyimpannya untuk diri mereka sendiri," jelasnya.
Setelah itu, ketika WHO memutuskan untuk mencabut status kedaruratan kesehatan masyarakat "palsu", keadaanmpox di Afrika justru menjadi semakin mengkhawatirkan.
Pada Juni 2023, muncul mpox dengan nukleat klade 1B yang ditularkan secara seksual, yang tidak bisa dilawan dengan vaksin dan obat yang ada saat ini.
"Jika pada 2022, dunia ingin bisa berperan solidaritas dengan Afrika, kami mendapatkan vaksin dan obat-obatan, situasinya tidak akan sama seperti sekarang. Apa yang terjadi hari ini sangat buruk setiap hari, kami melihat peningkatan kasus, dan kematian," imbuhnya.
Ke depan, CDC Afrika meminta solidaritas global untuk melanjutkan lebih banyak penelitian, untuk menemukan obat yang dapat menyembuhkan mpox tak hanya di Afrika tapi juga di seluruh dunia.
"Dorong kapasitasnya. Kami telah mendapat pelajaran dari covid. Kita juga telah belajar dari dampak 2022 dan 2023. Sudah saatnya kita berkata, mari kita bersatu. Mari kita menyediakan lebih banyak diagnostik, lebih banyak vaksin, dan lebih banyak penelitian untuk obat-obatan guna menghentikan wabah ini," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Sudan Dr. Haitham Mohamed Ibrahim menambahkan, bahwa seluruh negara harus waspada.
"Di Sudan, sekarang ini adalah tahun ketiga kami menjaga sistem pengawasan tetap waspada dan tanggap, khususnya saat ini bekerja sama dengan negara-negara tetangga melalui beberapa kasus yang ditemukan," jelasnya.
Dia mengimbau seluruh negara harus waspada, karena setiap kali pandemi terjadi, semua orang diperkirakan akan terjangkit penyakit tersebut. Oleh karena itu, setiap orang harus bertanggung jawab.
"Pandemi bukanlah tanggung jawab satu negara. Ini adalah tanggung jawab seluruh umat manusia di dunia," tutupnya.