Bisnis.com, JAKARTA -- Setiap 1 Desember 2024 diperingati sebagai hari HIV/AIDS sedunia, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan penyakit yang belum ada obatnya tersebut.
Berdasarkan laporan Tuberkulosis Global terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang dirilis pada November menunjukkan ada sekitar 8,2 juta orang baru didiagnosis menderita TB pada 2023.
Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi sejak organisasi tersebut memulai pemantauan TB global pada 1995.
Berkaitan dengan HIV/AIDS, TB adalah infeksi oportunistik yang lebih sering terjadi atau lebih parah pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dibandingkan pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat.
Sejalan, HIV dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, sehingga meningkatkan risiko TB pada orang dengan HIV.
HIV juga meningkatkan risiko penyakit pernapasan menular lainnya, termasuk pneumonia Pneumocystis jirovecii dan pneumonia bakteri, yang keduanya dapat mengancam jiwa.
Infeksi HIV dan TB disebut koinfeksi HIV/TB. Infeksi TB laten yang tidak diobati lebih mungkin berkembang menjadi penyakit TB pada orang dengan HIV dibandingkan pada orang tanpa HIV.
Pada orang dengan HIV, penyakit TB dianggap sebagai kondisi yang menentukan AIDS. Kondisi yang menentukan AIDS adalah infeksi dan kanker yang mengancam jiwa pada orang dengan HIV.
WHO menyebut saat ini TB masih menjadi penyebab kematian utama di antara mereka yang mengidap HIV/AIDS di seluruh dunia. Pada 2023, 161.000 orang meninggal karena TB terkait HIV.
“TB yang resistan terhadap banyak obat masih menjadi krisis kesehatan masyarakat,” kata Presiden ATS Irina Petrache, MD, ATSF dalam keterangan resmi.
Menurut WHO, sementara diperkirakan 400.000 orang saat ini mengalami TB yang resistan terhadap banyak obat atau resistan terhadap rifampisin (MDR/RR-TB). Sementara hanya 44% yang terdiagnosis dan diobati pada 2023.
Menurut WHO, di negara berkembang, TB sering kali menjadi tanda pertama seseorang mengidap HIV. Namun, sekitar setengah dari orang yang hidup dengan HIV dan tuberkulosis tidak menyadari adanya koinfeksi. Hal itu bisa menyebabkan penyakit tak teratasi bahkan hingga kematian.
Oleh karena itu, semua orang dengan HIV diimbau agar wajib menjalani tes untuk infeksi TB. Jika hasil tes menunjukkan bahwa seseorang memiliki infeksi TB laten, diperlukan tes tambahan. Tes lebih lanjut akan menentukan apakah orang tersebut memiliki penyakit TB.
Orang dengan infeksi TB laten kerap kali tidak memiliki gejala. Namun, orang dengan penyakit TB yang menyerang paru-paru mungkin memiliki gejala berikut:
- Batuk terus-menerus yang dapat mengeluarkan darah atau dahak
- Nyeri dada
- Kelemahan atau kelelahan
- Kehilangan nafsu makan
- Penurunan berat badan
- Menggigil
- Demam
- Berkeringat di malam hari
Forum of International Respiratory Society (FIRS) mengatakan edukasi, strategi pencegahan, dan obat-obatan baru, khususnya terapi antiretroviral penting terus dilakukan, karena telah berhasil mengurangi jumlah kematian terkait AIDS hingga 69% sejak mencapai puncaknya pada 2004.
Oleh karena itu, FIRS mengimbau agar respons global terhadap HIV/AIDS dapat diperkuat. Pertama, dengam meningkatkan kesadaran akan ancaman global yang berkelanjutan dari penyakit terkait HIV dan kaitannya dengan TB dan penyakit pernapasan lainnya.
Kedua, dengan meningkatkan kesehatan orang yang hidup dengan HIV melalui perawatan pasien dan penelitian tentang pencegahan yang lebih baik, diagnosis dini, dan strategi pengobatan yang efektif untuk HIV dan TB, termasuk diagnosis dan pengobatan cepat untuk TB yang resistan terhadap banyak obat yang lebih sulit disembuhkan.
Ketiga, dengan mengurangi kejadian dan tingkat keparahan penyakit terkait HIV dengan memperkuat program pencegahan penularan dari ibu ke anak dan meningkatkan penggunaan terapi antiretroviral sejak dini.
Keempat, untuk meningkatkan edukasi HIV di komunitas berisiko untuk mengurangi kejadian infeksi HIV baru, dan kelima, agar masyarakat di seluruh dunia dapat mengurangi kesenjangan dan ketidakadilan kesehatan terkait HIV.