Bisnis.com, JAKARTA - Ketika gelombang infeksi flu melanda Amerika Serikat, dan Jepang, ada beberapa ancaman komplikasi yang dikhawatirkan.
Biasanya, gejala ringan influenza adalah demam, nyeri badan, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, dan kelelahan, serta diketahui menyerang sistem pernapasan.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa flu juga dapat berdampak pada otak Anda, menyebabkan masalah jangka pendek seperti kabut otak, perubahan suasana hati, dan kelesuan.
Dilansir dari timesofindia, dalam beberapa kasus, hal ini juga dapat menyebabkan peradangan saraf jangka panjang yang dapat mengganggu fungsi kognitif dan memori.
Flu otak adalah istilah informal yang menjelaskan dampak infeksi terhadap otak Anda.
Para ilmuwan telah menemukan bahwa sekelompok sel saraf di tenggorokan mendeteksi virus flu dan mengirimkan sinyal ke otak, memicu gejala seperti kelelahan, kehilangan nafsu makan, dan lesu.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Nature, bertujuan untuk mencari tahu mengapa hal ini terjadi.
Para ilmuwan menemukan hal ini terjadi karena infeksi menyebabkan produksi bahan kimia yang disebut prostaglandin, yang membantu tubuh melawan penyakit tetapi juga membuat Anda merasa tidak sehat.
Para peneliti menemukan bahwa bahan kimia ini tidak perlu sampai ke otak melalui aliran darah. Sebaliknya, sel saraf di tenggorokan mendeteksinya secara langsung dan mengirimkan sinyal ke otak. Memblokir sinyal-sinyal ini pada tikus dapat mencegah perilaku sakit dan bahkan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup.
Dalam kasus yang jarang terjadi, virus flu dapat mencapai otak dan menyebabkan kondisi parah yang disebut ensefalopati terkait influenza (IAE), yang dapat menyebabkan gejala serius atau bahkan kematian.
Sebuah studi baru dari Universitas Osaka menemukan bahwa virus memasuki otak melalui sel endotel, yang membentuk penghalang pelindung antara darah dan otak. Begitu masuk, virus tidak berkembang biak melainkan membangun protein virus sehingga merusak sistem pertahanan otak.
Para peneliti menemukan bahwa obat antivirus umum yang menghentikan pertumbuhan virus mungkin tidak bekerja untuk IAE. Namun, obat yang menghambat produksi protein virus menunjukkan hasil yang menjanjikan pada tikus, yaitu mengurangi kerusakan otak dan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup.
Sebuah studi dari Universitas Michigan menemukan bahwa orang yang dirawat di rumah sakit karena infeksi flu parah mungkin menghadapi risiko kerusakan otak jangka panjang yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang dirawat di rumah sakit karena Covid.
Mirip dengan long Covid, flu jangka panjang dapat bertahan pada beberapa orang setelah infeksi virus awal memudar, meninggalkan serangkaian gejala tidak nyaman termasuk kabut otak, sakit kepala terus-menerus, rasa lelah yang luar biasa, dan perubahan suasana hati. Berdasarkan penelitian ini, flu parah dapat meninggalkan dampak jangka panjang pada otak dibandingkan infeksi Covid yang parah.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit karena flu hampir dua kali lebih mungkin mencari bantuan medis untuk masalah neurologis pada tahun setelah penyakit mereka dibandingkan dengan mereka yang dirawat di rumah sakit karena Covid. Hal ini mencakup 44% peningkatan kemungkinan nyeri saraf, 35% lebih tinggi kemungkinan melawan migrain yang berkepanjangan, dan hingga 10% lebih besar risiko stroke atau demensia.
Penyebabnya bisa jadi karena peradangan yang meluas di seluruh tubuh yang dipicu oleh infeksi, sehingga dapat merusak pembuluh darah.