Bisnis.com, JAKARTA - Dengue adalah ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia. Kasusnya selalu ada sepanjang tahun dan
cenderung meningkat di musim hujan.
dr. Ina Agustina Isturini, MKM, Direktur Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI, mengatakan ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga berdampak pada produktivitas masyarakat dan membebani sistem layanan kesehatan.
Di awal tahun ini saja, katanya, sampai dengan 3 Februari 2025, Kementerian Kesehatan RI telah mencatat sebanyak 6.050 kasus
dengue secara nasional, dengan Incidence Rate (IR) 2,14/100.000 penduduk, dan kematian akibat dengue sebanyak 28 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,46%.
Kasus dengue dilaporkan dari 235 kabupaten/kota di 23 provinsi. Pemerintah Indonesia terus berkomitmen dalam mengendalikan
penyakit dengue melalui berbagai program, seperti pengendalian vektor, Gerakan 3M Plus, dan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, yang diperkuat dengan edukasi berkelanjutan.
Menurut dr. Ina, dengue tidak bisa dilawan hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja.
“Pemerintah telah mengadopsi strategi berbasis inovasi, termasuk implementasi nyamuk berWolbachia, seperti yang sudah kita lakukan di beberapa daerah seperti, Yogyakarta, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, Kupang, dan vaksinasi sebagai langkah perlindungan tambahan. Namun, upaya ini tidak bisa dilakukan sendiri. Masyarakat harus aktif berperan salah satunya dengan menerapkan 3M Plus (menguras-menutup-mendaur ulang-plus berbagai upaya mencegah gigitan nyamuk). Untuk itu, para pemangku kepentingan ini harus saling bersinergi, baik pemerintah, sektor swasta, organisasi medis, perusahaan, sekolah, dan lain sebagainya,” tutupnya.
Risiko Dengue di Musim Hujan
dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS, Spesialis Penyakit Anak, menyoroti potensi kenaikan kasus dengue di Indonesia terutama dalam musim hujan.
“Di musim hujan seperti sekarang, kita harus semakin waspada terhadap dengue. Penyakit ini memang ada sepanjang tahun, tetapi jumlah kasusnya meningkat tajam di musim hujan. Yang sering tidak disadari, dengue bisa menyerang siapa saja, di mana saja—terlepas dari tempat tinggal, usia, atau gaya hidup," ujarnya.
Data menunjukkan bahwa 47% kasus dengue terjadi pada anak dan remaja, dengan 12% terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun dan 35% pada usia 5-14 tahun. Lebih mengkhawatirkan lagi, kematian tertinggi juga terjadi pada kelompok usia ini, yaitu 45% pada anak usia 5-14 tahun dan 21% pada anak usia 1-4 tahun.
Dengue pada anak sering kali diawali dengan demam tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, munculnya bintik merah di kulit, muntah, serta sakit perut yang terus-menerus. Jika terlambat ditangani, anak bisa mengalami syok dengue, yang ditandai dengan tangan dan kaki dingin, napas cepat, hingga penurunan kesadaran dan kondisi ini bisa berakibat fatal. Hingga saat ini, belum ada obat spesifik untuk menyembuhkan dengue.
Pengobatan yang diberikan hanya bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi yang lebih parah. Untuk itu, pencegahan menjadi kunci utama, salah satunya bisa melalui vaksinasi.
dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi menambahkan bahwa pencegahan dengue melalui vaksinasi sendiri tidak termasuk ke dalam cakupan BPJS,
“Vaksinasi di Indonesia berada di dalam Program Imunisasi Nasional, bukan BPJS. Program tersebut menargetkan kelompok usia tertentu, yang biasanya adalah anak-anak. Dengue bukan penyakit ringan, dan kita tidak bisa menunggu hingga terlambat untuk bertindak,” tutupnya.
Mendukung pernyataan yang disampaikan oleh dr. I Gusti Ayu, dr. Suzy Maria, Sp.PD, K-AI, Spesialis Penyakit Dalam, mengemukakan bahwa sebanyak 39% kasus dengue terjadi pada kelompok usia 15-44 tahun, dan 13% terjadi pada kelompok usia di atas 44 tahun, serta dengue bisa berakibat fatal tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga pada orang dewasa.
“Banyak yang mengira dengue hanya berbahaya bagi anak-anak, padahal orang dewasa juga berisiko mengalami infeksi parah, terutama mereka yang memiliki komorbid seperti diabetes, hipertensi, gangguan imun, penyakit jantung, dan penyakit ginjal. Pada kelompok ini, dengue dapat berkembang lebih cepat menjadi dengue berat, yang berisiko menyebabkan kegagalan organ. Selain itu, masih banyak orang salah mengerti bahwa apabila sudah terkena dengue, maka mereka akan kebal. Padahal seseorang bisa terinfeksi dengue lebih dari satu kali, dan infeksi yang berikutnya berisiko lebih parah. Sistem imun yang sudah pernah terpapar virus dengue dapat bereaksi lebih kuat terhadap infeksi berikutnya, meningkatkan risiko komplikasi serius seperti perdarahan hebat atau syok dengue.”
Oleh karena itu, tambahnya pendekatan yang terintegrasi sangat diperlukan dalam menangani dengue. Penerapan 3M Plus harus menjadi kebiasaan yang terus dilakukan, bukan hanya saat musim hujan.
Masyarakat juga perlu mempertimbangkan langkah pencegahan dari dalam tubuh, seperti vaksinasi, yang kini telah direkomendasikan penggunaannya oleh asosiasi medis bagi anak-anak dan orang dewasa. Namun demikian, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan. Dengue tidak boleh dianggap remeh.
"Pencegahan harus dilakukan secara konsisten dan menyeluruh, karena kita tidak pernah tahu kapan atau seberapa parah
infeksi akan menyerang. Dengan langkah pencegahan yang tepat, kita bisa mengurangi risiko dengue berat dan melindungi diri serta orang-orang di sekitar kita,” tutup dr. Suzy.
Sementara itu, Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, menyampaikan perjuangan melawan dengue sebagai komitmen jangka panjang. Ini bukan sekadar inisiatif sesaat, tetapi perjalanan berkelanjutan yang membutuhkan konsistensi dari semua pihak.
"Oleh karena itu, kami terus berupaya menjadi mitra yang dapat diandalkan bagi pemerintah, tenaga kesehatan, komunitas, serta masyarakat luas dalam membangun kesadaran dan mendorong langkah-langkah pencegahan yang efektif. Namun, keberhasilan hanya dapat dicapai jika kita bergerak bersama. Tidak cukup mengandalkan satu solusi—kita perlu disiplin menerapkan 3M Plus, terus meningkatkan kesadaran, serta mempertimbangkan pendekatan yang inovatif untuk pencegahan. Dengan aksi kolektif yang kuat, kita dapat mengurangi dampaknya dan mencapai tujuan bersama: Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030.” paparnya.
Takeda sendiri telah bekerja sama dengan pemerintah dalam kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD.
Langkah Bersama Cegah DBD pertama kali diluncurkan pada 5 November 2023 di Jakarta dengan melibatkan lebih dari 5.000 partisipasi masyarakat, dan berhasil mencatatkan rekor Museum RekorDunia Indonesia (MURI) sebagai kegiatan edukasi publik dengan komitmen terbanyak, yaitu 2.500 tanda tangan dari masyarakat.
Selain itu, kegiatan serupa juga pernah diselenggarakan di Kota Bandung, Jawa Barat, yang melibatkan lebih dari 3.000 partisipasi aktif masyarakat; Surabaya, Jawa Timur, yang diikuti oleh lebih dari 6.000 peserta; serta di Kota Medan dengan partisipasi lebih dari
5.000masyarakat umum. Langkah Bersama Cegah DBD di Jakarta yang kedua ini dilangsungkan selama tiga hari dan mengangkat tema “Ayo Lindungi Keluarga dari Ancaman DBD”.