Pandji Pragiwaksono, salah satu pemeran dalam film Comic8: Casino Kings Part 1/Antara-Rosa Panggabean
Entertainment

Meracik Film yang Tepat Agar Penonton Tertawa

Duwi Setiya Ariyanti
Senin, 3 Agustus 2015 - 18:00
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA- Setiap pekannya pasti ada judul film komedi baru yang muncul di bioskop. Namun, film seperti apakah yang diterima banyak penonton?

Dari begitu banyaknya judul film komedi, film Warkop DKI mungkin satu yang lekat dalam ingatan tentang bagaimana film komedi di masanya. Namun, tak mudah bagi sineas Tanah Air untuk merebut layar.

Jumlah penonton film lokal masih jauh tertinggal dengan film Hollywood. Alhasil, meskipun selalu menghiasi studio bioskop tak banyak yang rela membeli tiket dengan harapan bisa tertawa bersama.

Hal itu pula yang dirasakan Sutradara Anggy Umbara. Menurutnya, film komedi lokal harus bisa bersaing dan memiliki daya tarik. Itu pula yang dilakukannya.

Terbukti, film terbarunya yang berjudul Comic8: Casino Kings Part 1 mendapat respons positif. Di pekan kedua pemutarannya saja film ini sudah menarik perhatian lebih dari 1 juta penonton.

"Film Hollywood penontonnya jutaan bisa sampai belasan jutaan. Sementara, apresiasi film Indonesia enggak sebesar itu. Mau enggak mau harus bisa bersaing dan punya daya tarik," ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, belum lama ini.

Pada 2012, Anggy pernah merilis film berjudul Mama Cake yang ternyata tak begitu menggembirakan responsnya. Film komedi dengan pesan moral dan agama itu tak cukup diterima dengan baik. Setelah absen tak mengeluarkan judul baru, 2014 Anggy muncul dengan Comic8 yang menampilkan komika yang tengah naik daun dibalut aksi saling tembak.

Komedi berbungkus aksi ini ternyata bisa menghibur 1,6 juta penonton. Melalui film itu, dia hanya ingin penonton terhibur tanpa terlalu banyak pesan. Hal itu pula yang akhirnya mengantarkannya ke sekuel kedua film ini.

Film komedi, katanya, erat kaitannya dengan selera humor masing-masing penonton akan begitu sulit ditebak. Oleh karena itu, tak akan cukup jika mengeluarkan judul film baru tanpa mengakomodasi begitu banyak selera humor penonton.

"Ya karena selera humor setiap orang beda. Jadi memasukkan semua unsur komedi, biar bisa dinikmati lebih banyak orang. Yang suka slapstick terhibur, yang suka situasi juga terhibur," katanya.

Dia menilai saat ini, tak cukup menghadirkan film yang menjaminkan penonton tertawa lepas. Dengan begitu, segala unsur penunjang film dikerahkan. Mulai dari melibatkan banyak aktor dan aktris, cerita yang kuat dan efek spesial pada visualnya menjadi daya tarik maksimal. Pada produksi film yang memakan waktu syuting selama 37 hari ini, biaya yang dikeluarkan hampir Rp20 miliar. Berbeda dengan biaya produksi film sebelumnya yang berkisar Rp6 miliar sampai Rp8 miliar.

"Kita sewa helikopter, tembakan, ledakan. Jadi full fantasi Hollywood. Bahkan peluru bisa sampai ribuan. Real semua," katanya.

Terpisah, Produser Chand Parwez Servia yang mengakhiri lima sekuel film Get Married mengatakan latar masalah kisah kehidupan Mae sebagai tokoh sentral film itu dibuat berbeda dengan sentuhan religi. Menurutnya, latar keluarga dan agama akan bisa menarik banyak penonton karena memberi nilai mendalam dengan cara yang ringan.

Naik turunnya jumlah penonton tak dihiraukannya untuk menyelesaikan sekuel film yang muncul sejak 2007 itu. Pada pemutaran sekuel pertamanya, Get Married menarik perhatian 1,4 juta penonton. Namun, angka itu terus menurun pada sekuel berikutnya yaitu 1,2 juta, 600.000, dan 300.000 di Get Married ke-4.

Cerita yang sederhana dan masalah-masalah yang begitu dekat dengan kehidupan menjadi kekuatan film ini. Tema lagu ikonik dari Slank, sentuhan komedi situasi dan verbal mewarnai film terakhir Get Married.

"Kombinasi unsur dalam setiap film harus punya pendekatan. Komedi, drama dan musik. Itu adalah formula Get Married 1 sampai 4 kita tambah ada juga religi. Ini menjadi sesuatu yang berbeda. Ini kekayaan di Get Married yang menjadi film komedi dengan sekuel terpanjang. Arah yang paling tepat tidak hanya hiburan tapi inspirasi," katanya.

Kendati demikian, dia menganggap masuknya unsur religi dalam film ini tak langsung membatasi segmen penonton. Menurutnya, penonton akan tetap terhibur meski ada bumbu-bumbu terkait masalah agama. Dengan waktu yang tepat, ujar Parwez, penonton lebih bisa menerima film komedi yang 'berisi' dibandingkan film religi dengan kisah cinta sebagai latarnya.

"Kalau religi hanya bungkus tapi isinya enggak ada, buat apa. Ini jelas tentang keseharian, bagaimana menemukan hidayah, perjalanan religi. Film ini sangat jelas. Tidak aji mumpung dan tidak mencuri kesempatan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro