BISNIS.COM, JAKARTA—Pelaku industri rekaman di Indonesia mengkhawatirkan masa depan lisensi musik tidak lagi menguntungkan, seiring dengan ketidakpastian regulasi pemerintah dan banyaknya praktik pembajakan akhir-akhir ini.
Jusak Irwan Sutiono, Perwakilan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) mengatakan pihaknya mengalami kerugian sejak tiga tahun terakhir akibat dari maraknya praktik pembajakan tersebut.
“Pendapatan resmi total anggota ASIRI pada 2010 sebesar Rp700 miliar. Namun sejak 2011 hampir anjlok, setengahnya saja sekitar Rp350 susah kami capai,” katanya kepada Bisnis usai diskusi Masa Depan Lisensi Musik Indonesia di Jakarta, Rabu (5/6/2013).
Menurutnya, potensi penjualan industri rekaman terbagi ke dalam dua jenis antara lain penjualan langsung seperti kaset, CD, VCD, kaset atau melalui online.
Sementara penjualan tidak langsung bisa dilakukan melalui penggunaan lagu-lagu di tempat umum seperti karaoke, kafe, hotel dan tempat lainnya.
Dia berharap untuk jenis penjualan kedua, pihaknya meminta pemerintah mengatur secara tegas praktik yang dilakukan sejumlah pengusaha hiburan tersebut yang menggunakan lagu demi kepentingan komersialnya.
“Banyak sekali sejumlah tempat hiburan menggunakan lagu-lagu kami secara gratis. Kami ingin hal itu diatur agar industri musik akan tetap hidup, ditambah hal ini juga berkaitan dengan nasib artisnya,” ujarnya.
Dia juga menyoroti penggunaan lagu oleh artis panggung dan pemutaran lagu di radio harus berbayar seperti halnya yang sudah dilakukan di negara-negara lain.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh sejumlah pengusaha hiburan, potensi bisnis jenis kedua tersebut sama besarnya.
Untuk itu pihaknya kini tengah membentuk badan di mana segala pembayaran hak cipta lagu melalui jalur satu pintu. "Pembentukan badan ini melibatkan banyak pihak pelaku musik, stake holder dan pemerintah," ujarnya.