Show

Sastra Kalimalang, Merangkai Kata Dari Pinggir Kali

Senin, 7 Oktober 2013 - 01:08
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - "Jangan ucapkan kata manis, hanya untuk memecah bangsa ini. Kita dari bangsa yang satu, berjalan dari sejarah yang panjang. Jangan deraikan air mata, tersenyumlah, sampaikan dengan mawar. Jangan biarkan ibu pertiwi menangis."

Demikian salah satu sepenggal puisi berjudul 'Jangan Biarkan Ibu Pertiwi Menangis' karya Anne Matahari, penggagas berdirinya Komunitas Sastra Kalimalang.

Sebuah komunitas yang anggotanya berasal dari berbagai kalangan, berkreasi di kawasan pinggir Kalimalang, Kota Bekasi, Jawa Barat, yang mencoba mengungkapkan kegelisahannya pada kondisi sosial politik bangsa ini melalui kata-kata indah yang terangkai melalui syair.

"Komunitas ini lahir dari berbagai golongan masyarakat yang sama-sama mencintai puisi, ada anak-anak jalanan, akademisi, tukang parkir, satpam, semuanya lebur jadi satu untuk berkreasi mencari kata. Dan kami sangat terbuka dengan siapa saja untuk bergabung," tutur Anne, beberapa waktu lalu.

Saya menjumpai Komunitas Sastra Kalimalang di acara gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK) di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir September lalu. Gerakan ini menyuarakan penolakannya terhadap fenomena korupsi yang semakin merajalela di negeri ini melalui aksi musikalisasi puisi bersama sejumlah penyair tanah air.

Dengan bahasa yang sederhana dan lembut, sekumpulan anak manusia itu mencoba mengajak sesama untuk berpuisi guna menemukan kata-kata yang tepat untuk mewakili keresahan yang dialami dalam kehidupan keseharian.

"Kami mencoba melihat situasi hari ini banyak yang kehilangan bahasa, banyak orang yang kehilangan kata. Kata-kata yang ada, lebih banyak mengajak pada arogansi. Akhirnya kami mencoba untuk memilih-milih kata lewat puisi untuk mengungkapkan kegelisahan," tutur Anne yang bernama asli Andre S. Putra, jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Jurusan Etnomusikologi tersebut.

Komunitas yang lahir pada 25 September, 2012 lalu itu, tidak hanya berkegiatan pada ranah kesenian dan aktualisasi diri berpuisi saja. Namun, juga aktif menyentuh masalah kemanusiaan, pendidikan dan kemandirian, terlebih banyak anggota dari anak-anak jalanan yang memang butuh wadah untuk mengaktualisasikan diri maupun belajar.

"Dalam saung kami yang tidak terlalu luas, berada di pinggir Kalimalang, juga terdapat perpustakaan sederhana dengan puluhan buku yang sengaja diletakkan dengan cara digantung dengan tali," ujarnya.

Ini dimaksudkan agar setiap anak yang memasukinya dapat tertampar buku itu, sehingga selalu mengingatkan mereka untuk terus belajar dan belajar.


SEKOLAH PINGGIR KALI

Komunitas yang beranggotakan sekitar 15 orang yang secara intens berkumpul dan berdiskusi tersebut, selain mengajak untuk berpuisi, juga mengadakan kegiatan 'Sekolah Pinggir Kali'.

Sekolah Pinggir Kali adalah sebuah sekolah nonformal yang didirikan Komunitas Sastra Kalimalang dengan sejumlah mahasiwa Unisma Bekasi, setara kejar paket a, b, dan c, yang ditujukan bagi anak-anak jalanan

"Saat ini siswa sekolah pinggir kali ada sekitar 40 orang. Kegiatan belajar mengajar setiap Senin-Kamis. Diharapkan dengan adanya sekolah ini, anak-anak jalanan yang tergabung dalam Sastra Kalimalang, semuanya memiliki ijazah, yang pasti suatu ketika nanti diperlukan," ujarnya.

Pelajaran yang diajarkan pun, sejauh ini masih yang bersifat umum-umum dulu, yang penting soliditas komunitas tersebut. Dia memaparkan, selain pelajaran, ada pula Panggung Terapung, sebuah panggung yang terapung ditengah Kalimalang, yang dijadwalkan minimal setahun sekali, sebagai wadah mengaktualisasikan diri melalui kata-kata dalam syair.(62) (Bisnis Indonesia Minggu)

Penulis :
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro