Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia berpeluang besar menjadi negara tujuan utama wisata syariah. Anehnya, Indonesia tertinggal dari sejumlah Negara lain yang telah mendulang untung lewat pariwisata syariah, seperti India, China, Thailand, Malaysia, Bruney Darussalam dan Singapura.
Indonesia memang sedang mencari oase baru dalam dunia pariwisata seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk kembali pada nilai-nilai keluarga. Dampaknya, terlihat banyak ethical tourist/responsible tourist lebih memilih hotel yang nyaman, makanan yang halal, serta hiburan yang mendidik.
Pada 2011, pasar wisata muslim dunia mencapai US$126 miliar. Dari jumlah tersebut, pariwisata syariah didominasi oleh Saudi Arabia. Malaysia menguasai 38%, Singapura 28%, sedangkan Indonesia hanya 1,2%.
"Indonesia masih sangat kecil dibandingkan Singapura yang bukan negara Islam,” papar Presiden Direktur Sofyan Hospitality, B.A. Hadisantoso dalam pemaparan Syariah Life Style Outlook 2014: New Paradigm of Modern Life Values, di Jakarta, Rabu (30/10/2013).
Mengapa Indonesia tertinggal? Ini karena tendensinya di Indonesia, pariwisata syariah baru mengarah ke ziarah makam ulama, pengajian. Padahal, masyarakat harus lebih terbuka dalam melihat wisata syariah.
Dia mencontohkan ketika berkunjung ke Plaza Senayan, ketika tiba waktu shalat, pengujunjung bisa melakukan salat di tempat yang nyaman di mal dan pada saat jam makan bisa menikmati makanan halal yang telah dijamin dengan adanya sertifikat halal.
"Itu sudah termasuk pariwisata syariah. Bisnis yang kita bayangkan dan kita pikirkan," katanya.
Sementara itu ketika wisatawan menginap di hotel syariah, mereka mendapat fasilitas tempat salat yang nyaman, menyediakan makanan minuman yang halal dan tersertifikasi, pada saat Ramadhan ada salat tarawih dan buka puasa bersama.
"Kamar hotel juga tidak boleh terlalu sempit, agar tetap bisa digunakan salat berjamaah," katanya.
Wakil Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Riyanto Sofyan mengungkapkan wisata syariah bukan hanya wisata ziarah atau wisata religi.
Akan tetapi seperti jenis wisata pada umumnya, seperti wisata alam, wisata budaya, wisata kuliner, wisata belanja, dan bahkan wisata peluatang yang lebih bernuansa keluarga dan kondusif terhadap nilai-nilai Islami yang terbuka dan rahmatan lil alamin.
Dengan demikian, wisata syariah membawa suasana yang aman, nyaman, harmonis bagi semua, yang pada gilirannya akan memperluas pasar baik muslim maupun non-muslim.
Pariwisata syariah, seperti dikutip dari laman www.indonesia.travel.id, adalah cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami.
Pengembangan pariwisata syariah meliputi empat jenis komponen usaha pariwisata, yaitu perhotelan, restoran, biro atau jasa perjalanan wisata, dan spa.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengungkapkan potensi wisata syariah di Indonesia sangat besar karena negara kepulauan memiliki beragam objek wisata syariah yang nyaman untuk dikunjungi.
"Selama ini, wisata dianggap maksiat. Padahal tidak, khususnya jika dilakukan dengan baik dan benar," katanya. Apalagi, populasi muslim dunia sebanyak 1,8 miliar atau 28% total populasi dunia dapat dibidik sebagai pasar wisata yang menjanjikan.
Hadi menambahkan untuk mengelola bisnis pariwisata syariah, juga perlu diketahui karakteristik muslim traveller, memahami dan menyediakan kebutuhan dasar mereka.
Menjanjikan
Hadi mengungkapkan bisnis pariwisata syariah sangat unik, eksklusif, namun hasilnya menggembirakan.
Dia mencontohkan PT Sofyan Hotels Tbk sebagai jaringan hotel berbasis syariah di Indonesia menunjukkan peningkatan bisnis yang signifikan. Penjualan meningkat rata-rata 15%-20% per tahun dengan peningkatan penjualan tertinggi 60% dalam waktu 18 bulan di salah satu unit hotel.
"Dari hanya 3 hotel pada 1994, kini PT Sofyan Hotels Tbk telah mengembangkan portofolio hingga 15 hotel syariah di berbagai pelosok Indonesia antara lain di Jakarta, Bogor, Pandeglang, Semarang, Lampung, Padang, Makassar, Mataram, Pekanbaru, Jambi, Yogyakarta," katanya.
Sayangnya, wisata syariah di Indonesia masih tertinggal cukup jauh dibandingkan dengan negara muslim lainnya. Bahkan negara berpenduduk mayoritas non-muslim seperti Thailand dengan populasi muslim hanya 5,8%, jumlah wisatawan muslim pada 2010 mencapai 2,5 juta wisatawan dengan fasilitas 100 hotel dan restoran bersertifikat halal.
Hal yang sama juga terjadi di Singapura yang polulasi muslimnya 14,9% mencatat sebanyak 3,26 juta wisatawan muslim di 2010. Di negeri itu tersedia sebanyak 2.691 hotel dan restoran berlabel halal.
Ke depan, Indonesia mempunyai peluang yang besar untuk mengembangkan pariwisata syariah. "Potensi alam dipadu keramahan dan kultur masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, mempunyai peluang besar untuk menjadi negara tujuan utama wisata syariah," katanya.