Bisnis.com, JAKARTA - Reaksi seorang perupa terhadap fenomena kehidupan kaum urban di Ibu Kota selalu berbeda dari pengamatan kebanyakan orang. Karya-karya yang disajikan seorang seniman untuk menggambarkan perjuangan manusia menghadapi kehidupan metropolis yang dilambari ego yang seringkali lepas kendali akan selalu menarik dicermati.
Tafsir ego manusia yang tinggal di kota-kota besar, diejawantahkan pelukis asal Yogyakarta, Prayitno alias Mayek No dalam karya lukis yang dituangkan dalam kanvas berukuran 120x140 cm, 130x150 cm, dan 130x160 cm.
Karya Prayitno yang dipamerkan di KOI Galeri, Kemang hingga Selasa, (20/4/2014), tampak cergas memaparkan masalah kompleks yang dihadapi kaum urban. Melalui figur tubuh, Paryitno mengusung fenomena manusia yang hidup di kota besar. Pada karya berjudul Bunuh Diri Dalam Kanvas (akrilik di atas kanvas, 130x160 cm), Prayitno berupaya menggambarkan pengalamannya tinggal di Jakarta.
Lukisan ini menggambarkan figur yang tertunduk lunglai, terjepit di antara spanram dan kanvas. Sosok yang terlihat lemas tak berdaya karena berada dalam himpitan ini, seolah tak lagi punya daya untuk sekedar menegakan kepala. Karya ini membeberkan batas tipis antara ruang kenyataan dan ruang seni yang imajinatif.
Pada lukisan bertajuk Stress dan Pengendalian Diri, (akrilik di atas kanvas, 130x160 cm), Prayitno menggambarkan pentingnya pengendalian diri saat manusia sedang berada dalam tekanan. Lukisannya menggambarkan figur yang sedang memegang kepala, memegang lutut, dan sekaligus sedang bersila. Warna lembayung tampak dominan digoreskan di atas kanvasnya. Gradasi warna yang mencolok merupakan representasi konflik batin.
Pada lukisan berjudul Anti Sosial, (akrilik di atas kanvas, 130x150 cm), digambarkan sosok berwarna pink yang bertumpuk menjadi satu, berlatar belakang hijau muda. Melalui lukisan ini, Prayitno mengkritik tradisi bergunjing, yang menyebabkan manusia berubah menjadi antisosial.
Sementara itu, pada lukisan Menahan Diri, (akrilik di atas kanvas, 120x140 cm), menggambarkan sebuah kondisi psikis yang mampu bertahan dalam keadaan tertekan, dan memasukannya dalam ruang kontemplasi.
Figur wajah yang tertutup tangan merepresentasikan upaya menahan diri, bercampur dengan kaki yang berada di atas kepala, yang merupakan simbol godaan atau rayuan komoditas yang dengan nakal selalu mengganggu pikiran.
"Prayitno terus menyelami seolah bunuh diri dalam keheningan kanvas, kemudian menyusun pengalaman estetik sekaligus reflektif. Prayitno mengalami katarsis dari kontemplasi yang cukup panjang," tutur Kurator Pemeran Lukisan Ego Maniak, Nur Ikhsan.
"Ego maniak adalah ketegangan mental melebihi batas denan tingkat kesadaran yang kacau, dipengaruhi oleh hasrat berlebih dan tak tertahankan sehingga menimbulkan konflik dalam diri atau secara sosial," tutur Prayitno, ketika ditemui Bisnis di sela acara, Rabu (30/4)
Prayitno memaparkan mengenai penggunaan visual yang ditampilkan adalah bentuk tubuh dan goresan ekspresif saling tumpang tindih, saling menyusup masuk dan terpisah secara ambigu, dimaksudkan sebagai tanda representasi mental dengan segenap permasalahannya.
Prayitno berupaya menghadirkan kembali gangguan-gangguan psikosis dalam tingkatan biasa dan paling kompleks, berdasarkan pengalaman pribadi dan kehidupan sehari-hari kebanyakan orang, yang dikendalikan oleh ego.
Selain beberapa judul lukisan di atas, beberapa nama lainnnya antara lain Mimpi, Mengatasi Emosi, Menderita Kenangan, dan Delusi.
"Menurut saya inilah lukisan kontemporer yang sebenarnya, terlebih temanya juga sangat real dan kekinian, baik di lingkungan sosial maupun perpolitikan saat ini," tutur Merwan Yusuf, kurator senior yang juga hadir dalam acara tersebut. (Puput Ady Sukarno & Diena Lestari)