Bisnis.com, JAKARTA - Pendapatan industri musik dari royalti diprediksi dapat tumbuh mencapai 50% setelah pengesahaan revisi Undang-undang Hak Cipta pada sidang paripurna DPR.
Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) Tantowi Yahya menjelaskan dengan pengesahan undang-undang maka telah ada payung hukum yang digunakan untuk mengumpulkan royalti atas karya cipta yang selama ini belum dilakukan dengan optimal.
"Sebelumnya para musisi tidak mendapatkan royalti sesuai dengan karya yang diciptakannya, padahal selama ini karya mereka selalu dieksploitasi," paparnya di Jakarta, Rabu (17/9/2014).
Tantowi mencontohkan karya-karya musisi dalam negeri selalu diputar di pusat perbelanjaan, televisi, maupun di tempat-tempat karaoke demi kepentingan ekonomi, tetapi sebagai pemilik hak cipta mereka tidak pernah mendapatkan keuntungan sesuai haknya.
Berdasarkan catatan PAPPRI, potensi royalti yang dapat dikumpulkan dari industri musik hingga saat ini bisa mencapai lebih dari Rp100 milar, sedangkan yang dapat terkumpul hanya sekitar 20%.
Selain urusan royalti, PAPPRI juga optimistis distribusi dan penjualan produk musik ilegal dapat ditekan, meskipun belum tentu dapat meningkatkan peredaran produk-produk legal.
"Dalam revisi undang-undang dijelaskan secara eksplisit bahwa pusat perbelanjaan dilarang memperbolehkan tempatnya digunakan untuk penjualan barang-barang bajakan seperti CD, VCD, DVD maupun file hasil download ilegal," katanya.
Adapun, perkiraan produk katya rekaman ilegal mencapai angka 95% dari total produk fisik maupun melalui internet, sedangkan potential loss yang timbul dari tindakan ilegal downloading tersebut mencapai Rp12 triliun per tahun.