Pemakaian obat bisa sebabkan sindrom Steven Johnson/abcnews.go.com
Health

Cowok Lebih Sering Menderita Sindrom Steven Johnson

Newswire
Sabtu, 21 Maret 2015 - 15:40
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-- Para pria kini mesti berhati-hati dengan sindrom Steven Johnson (SSJ). Dalam surat elektronik yang disampaikan Tjandra Yoga Aditama pada Sabtu (21/3/2015),gejala umum SSJ berupa kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium dan mata.

"Secara umum, bentuk klinis SSJ berat jarang terdapat pada bayi, anak kecil atau orangtua. Namun penderita SSJ ini lebih sering dialami para pria dibanding wanita," kata Tjandra.

Kepala Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan (Balibangkes) kantor Kemenerian Kesehatan ini menyebut data berbagai negara di dunia menunjukkan angka kejadian SSJ adalah sekitar 2 sampai 6 kasus setiap sejuta orang setiap tahun adalah pria.

"Di seluruh Amerika Serikat ada sekitar 300 kasus untuk setiap tahunnya," katanya.

Dijelaskan, penyebab SSJ sukar ditentukan dengan pasti.Tjandra menerangkan penyebabnya berbagai faktor. Meski secara umum sering dikaitkan dengan respons imun terhadap obat.

Dia menyebutkan beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya infeksi seperti virus, jamur, bakteri, parasit. Lalu obat-obatan seperti salisilat, sulfa, penisilin, anti konvulsan, obat anti inflamasi non steroid, etambutol, tegretol, tetrasiklin dan digitalis.

"Pada makanan juga bisa jadi penyebab seperti cokelat, lalu cuaca seperti udara dingin, sinar matahari dan sinar X," ungkapnya panjang lebar."

Hubungan Obat

Tjandra juga menjelaskan tentang hubungan obat-obatan yang dikonsumsi setelah 21 hari akan juga memicu sindrom ini.

"Bila pemberian obat diteruskan dan gejala klinis membaik maka hubungan kausal dinyatakan negatif. Tetapi, bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal. Yang menarik, sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk lagi."

Menurutnya, untuk pengobatan berupa terapi suportif, kortikosteroid, Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG), antihistamin dan bila perlu antibiotika.

Tjandra juga menyebutkan pada kasus yang tidak berat maka penyembuhannya terjadi dalam waktu 2 hingga 3 minggu.

"Adapun yang menyebabkan kematian berkisar antara 5 hingga 15 persen pada kasus berat dengan berbagai komplikasi. Yaitu pengobatan terlambat dan tidak memadai. Pada komplikasi sindrom ini akan mengakibatkan kelainan kulit, sepsis, kerusakan oragn tubuh dan gangguan mata yang mengancam kebutaan,"tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo.co
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro