Teater Koma membawakan pertunjukan Opera Ular Putih di TIM
Show

Inilah Perbedaan Manusia dan Siluman Versi Teater Koma

Lahyanto Nadie
Senin, 6 April 2015 - 18:08
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - “Masih sanggupkah kita membedakan siapa manusia dan siapa siluman?” tutur Nano Riantiarno.

Sang penyadur naskah dan sutradara pementasan lakon Opera Ular Putih yang diangkat dari kisah klasik China yang berjudul Oh Peh Coa menjawab pertanyaannya sendiri dalam suguhan Teater Koma yang saat ini tengah pentas di Taman Ismail Marzuki (TIM).

Meskipun naskahnya dibuat pada 1994, secara garis besar pementasannya tidak jauh berbeda, namun terdapat hal kekinian pementasan ini.

Pementasan Opera Ular Putih ini dibintangi oleh Tuti Hartati, di mana dalam pementasan Teater Koma sebelumnya yaitu Republik Cangik, dia harus berperan jenaka sebagai Limbuk dan kini harus berubah 180 derajat menjadi Tinio yang lemah lembut.

Tak ketinggalan, pementasan kali ini didukung oleh seniman kawakan Teater Koma seperti Budi Ros, Andhini Putri Lestari, Adri Prasetyo, Ade Firman Hakim, Dodi Gustaman, Daisy Lantang, Ratna Ully, Dorias Pribadi, Sir Ilham Jambak, Aris Abdullah, Dana Hassan, Julung Ramadan dan Rangga Riantiarno.

Cerita Klasik

Meskipun karya ini merupakan hasil adaptasi dari cerita klasik China, namun pementasannya dikemas dengan teknik modern yang menghadirkan gelak tawa dan air mata, cinta dan rindu dengan diiringi lagu dan musik yang menyentuh.

Permainan musik yang menghiasi pagelaran ini dikomposisi oleh Idrus Madani dan diaransemen oleh Fero Aldiansya Stefanus, dan menghadirkan permainan alat musik China seperti guhzen dan ehru, yang menunjukkan indahnya perpaduan kedua kebudayaan China dan Indonesia.

Para pemain juga menunjukkan keserasian gerak serta tari yang ditata oleh Elly Luthan, diperindah oleh tata artistik dan cahaya garapan Taufan S. Chn.

Produksi yang dipimpin oleh Ratna Riantiarno ini dibantu juga oleh pengarah teknik Tinton Prianggoro dan pimpinan panggung Sari Madjid Prianggoro. Pementasan Opera Ular Putihini digelar di Graha Bhakti Budaya TIM, Cikini, 3-19 April 2015 setiap pukul 19.30 WIB untuk hari Selasa-Sabtu, dan khusus hari Minggu pentas dimulai pukul 13.30 WIB. Pementasan libur setiap hari Senin.

Teater Koma adalah salah satu teater yang hingga saat ini masih aktif memproduksi karya seni pertunjukan. Selama 38 tahun berkiprah, Teater Koma telah banyak melahirkan para seniman berbakat dan produktif mengembangkan seni pertunjukan Indonesia.

Konsisten

Konsistensi yang dihadirkan oleh Teater Koma telah terbukti menginspirasi para seniman muda Indonesia untuk senantiasa berkarya dan berkreasi, menghasilkan ide-ide berkualitas yang membanggakan. Dedikasi para seniman berbakat ini patut kita terus dukung dan apresiasi sebagai bentuk upaya melestarikan seni pertunjukan Indonesia,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Selain mendukung pertunjukan, Djarum Apresiasi Budaya juga berpartisipasi dalam program apresiasi seni pertunjukan Teater Koma, yaitu sebuah program yang bertujuan untuk mengajak 100 guru, mahasiswa, dan perwakilan pekerja seni teater di Jakarta untuk menonton pertunjukan Teater Koma.

Program ini diharapkan memberikan ruang apresiasi bagi masyarakat terutama yang belum pernah menonton karya Teater Koma sebelumnya, sehingga mereka menemukan
referensi mengenai sajian artistik serta konsep dramaturgi yang detil dari karya Teater Koma.

Yang unik di pertunjukan Teater Koma kali ini antara lain kostum yang dipakai oleh para pemain. Kostum pemain yang dirancang oleh Rima Ananda Oemar idak terpagar dalam satu budaya yang sama. Karyanya memperlihatkan perpaduan motif batik khas Indonesia yang indah pada bentuk busana khas Tiongkok dan dimodifikasi dengan batik motif Sidomukti, Megamendung, hingga Lereng.

Ditambah dengan tata rias oleh Sena Sukarya, semua unsur ini akan memperlihatkan percampuran dua budaya yang sangat kuat yang mewakili semangat akulturasi budaya.

“Untuk kostum yang dipakai oleh pemain, saya memasukkan unsur batik. Karena cerita ini merupakan legenda yang berasal dari China, saya ingin unsur Indonesia tetap ada dan kental di mata masyarakat. Selain itu, jika produksi ini dipentaskan di luar negeri, orang-orang akan sadar bahwa pertunjukan Opera Ular Putih ini merupakan karya dari seniman Indonesia. Saya juga mengutamakan kenyamanan dalam pembuatan kostum sehingga para pemain bisa bergerak bebas sesuai dengan karakter perannya masing-masing,” ujar Rima Ananda Oemar, penata kostum Teater Koma.

Pementasan Opera Ular Putih diangkat dari legenda tua asli China dan sebelumnya pernah ditampilkan di tempat yang sama yaitu pada tahun 1994. Pementasan ini berkisah tentang siluman Ular Putih yang ingin menjadi seorang manusia sehingga ia bertapa selama 1.000 tahun.

Karena usaha dan kebaikan yang ada dalam dirinya, para dewa mengabulkan permintaannya dan ia pun menjelma menjadi seorang wanita cantik jelita bernama Pehtinio.

Bersama dengan adiknya yaitu siluman Ular Hijau yang juga menjelma menjadi seorang manusia bernama Siocing, mereka pun menjalani kehidupan sebagai manusia biasa.

Cerita berlanjut ketika Tinio bertemu pemuda bernama Kohanbun yang merupakan reinkarnasi dari orang yang dulu pernah menolong Ular Putih ratusan tahun yang lalu, Tinio pun bertekad untuk menjadi istri dari Kohanbun. Namun, kedamaian mereka terusik ketika Kohanbun bertemu dengan Gowi, seorang peramal yang memberitahu bahwa istrinya adalah seekor siluman ular jahat, tidak peduli segala kebaikan yang dilakukan Tinio.

Muncul berbagai pertanyaan: Apakah yang dikutuk sebagai kejahatan memang benar kejahatan? Apakah hal yang diagungkan sebagai kebaikan hanya merupakan kedok suatu kebusukan? Dalam kisah ini dituturkan juga tentang pengorbanan, kebijaksanaan dan cinta.

Penulis : Lahyanto Nadie
Editor : Nancy Junita
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro