Bisnis.com, JAKARTA - Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat petumbuhan peredaran obat ilegal dalam beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Berdasarkan data, BPOM menyatakan terdapat peningkatan jumlah temuan obat palsu selama tiga tahun terakhir yakni dari 2012 sampai 2014.
Pada 2012 ditemukan enam item, 2013 ditemukan 13 item dan 2014 ditemukan sebanyak 14 item. Data 2014 menunjukan bahwa jenis obat dari kelas terapi paling banyak dipalsukan, secara berturut-turut berasal dari kelas terapi Anti-Konvulus, Antitusif (opiod) dan Anti-Diabetes.
Sementara itu, data sebaran wilayah lokasi tempat ditemukannya obat palsu paling banyak di pulau Jawa. Presentase paling sering ditemukan berturut-turut yakni di provinsi DKI Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta.
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, BPOM Republik Indonesia, Tengku Bahdar Johan Hamid mengatakan pengawasan peredaran obat palsu lebih difokuskan pada produk, sarana distribusi atau sarana pelayanan kesehatan dan pelaku peredaran obat palsu, bukan pada besaran nilai ekonomis yang timbul.
“Akibatnya, estimasi kerugian negara tidak bisa dihitung secara pasti,” katanya dalam Seminar Hari Anti-Counterfeit Sanofi Sedunia di Restoran Bebek Bengil, Jakarta, Rabu (3/6).
Tengku Bahdar menambahkan bagi konsumen pengguna obat palsu dapat mengakibatkan kesehatan bertambah buruk dan dapat berakibat kematian. Selain itu biaya pengobatan juga akan meningkat serta komplikasi yang semakin bertambah. Sebagai contoh, antibiotik palsu dapat menyebabkan mikroba menjadi kebal.
Senada dengannya, Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturing Group (IPMG), Parulian Simanjuntak mengatakan peredaran obat palsu dapat merusak kepercayaan konsumen tentang pelayanan medis, khususnya mengenai manfaat obat dalam mengatasi penyakit.
“Perusahaan-perusahaan berbasis riset dan pengembangan telah melakukan berbagai upaya dalam menghambat pemalsuan obat, antara lain melalui inovasi dalam hal segel dan hologram obat, serta meningkatkan kinerja departemen keamanan obat,” kata Parulian.
Namun terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh semua pihak, pada akhirnya masyarakat atau pasien juga yang menentukan obat yang akan dikonsumsinya. Oleh karena itu pemahanan masyarakat akan obat-obatan asli yang berkualitas memegang peranan penting dalam mengurangi peredaran obat palsu dan ilegal.
Ada beberapa cara untuk mengurangi penggunaan obat palsu ini, yang pertama menebus obat hanya di apotek dan toko obat atau sarana pelayanan kesehatan yang berijin. Kedua, selalu perhatikan kemasan obat mulai dari segel, kebersihan tempat obat, label obat dan harga obat yang memiliki perbedaan cukup tinggi. Terakhir, musnahkan selalu obat-obat yang sudah tidak terpakai atau kadaluarsa agar tidak digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Hari Anti-Counterfeit sendiri dicanangkan salah satu perusahaan pelayanan kesehatan global, Sanofi setiap tanggal 8 Juni setia tahunnya sebagai bagian dari upaya mengkampanyekan bahayanya obat palsu bagi keselamatan pasien.