Bisnis.com, JAKARTA - Dokumentasi, dokumenter, dokumen dan kata-kata sejenis berasal dari akar kata documentum dalam bahasa Latin yang berarti bukti. Sebutan film dokumenter pun berangkat dari satu kata itu, bukti. Gampangnya, film dokumenter harus berangkat dari kenyataan bukan fiksi atau reka-rekaan.
Tidak heran, karena berangkat dari kenyataan, kemudian orang selalu mengasosiasikan film dokumenter dengan peristiwa sejarah. Kejadian lain yang kerap direkam dan kemudian didokumentasikan dalam bentuk film dokumenter adalah kisah tentang penemuan-penemuan.
Sebagai sebuah karya seni yang menempel kata film di depannya, film dokumenter juga tidak lepas dari perkembangan yang terjadi di dunia sinema. Entah itu dari sisi cara pembuatan, teknologi, pemain pendukung, pemasaran, dan seterusnya.
Dari sisi teknologi, film dokumenter muncul setelah teknologi merekam mulai dikenal yang kemudian memunculkan film-film bisu. Ada yang berpandangan, Lumiere Bersaudara yang hidup pada tahun 1860-an sampai 1950-an adalah orang yang pertama membuat film dokumenter. Mereka adalah penemu cinematographe, kamera gambar bergerak.
Sejak mereka menemukan cinematographe, Lumiere Bersaudara jadi sering merekam apa saja. Orang pulang dari pabrik direkam, buruh yang bekerja direkam, kereta masuk stasiun direkam. Pokoknya, apa saja kehidupan sehari-hari di sekeliling mereka akan direkam oleh Lumiere.
Namun, jangan berfikir Lumiere Bersaudara sudah bisa merekam seperti kita menggunakan gawai dengan durasi yang panjang. Dua bersaudara itu hanya bisa mengabadikan kejadian itu dalam durasi hitungan detik. Actuality film, begitu karya itu sering disebut.
Robert Flaherty dianggap sebagai pelopor pembuatan film dokumenter lewat karyanya Nanook of the North (1922). Nanook of the North bercerita tentang kehidupan di Eskimo, Kutub Utara. Lebih dari setahun, tepatnya 16 bulan, Robert Flaherty merekam kehidupan Nanook bersama anak istrinya dari bagaimana mereka makan, berburu, sampai tidur.
Entah mengapa ketika berbicara film dokumenter— selain kata; sejarah, penemuan, tokoh—banyak orang kemudian menghubungkan karya itu dengan sesuatu yang indie, eksklusif, dan tak layak jual. Kalau melihat sejarah Lumiere Bersaudara dan keberhasilan Robert Flaherty lewat film dokumenter Nanook of the North, ternyata sebaliknya.
Lumiere merekam kehidupan sehari-hari mereka. Nanook of the North disebut sebagai laris secara komersial. Karya Flaherty selanjutnya adalah tentang Samoa di Afrika berjudul Moana. Pada 1926, ada resensi atas film dokumenter itu surat kabar New York Sun.
Lantas, mengapa film dokumenter menjadi redup perkembangannya dengan segala stereotipe yang ditempelkan?
Jawabannya mungkin ini; lebih mudah membuat karya film yang lebih menarik dalam bentuk fiksi dengan segala polesannya ketimbang membuat film ciamik yang cuma boleh merekam kehidupan nyata apa adanya.
Jawaban di atas tentu lebih banyak menyoal kepada kemampuan si pembuat film. Dan pasti bukan jawaban satu-satunya. Pasalnya membuat film juga butuh dana begitu pula ketika ingin memasarkannya.
Jadi, tanpa ada keterlibatan orang berduit untuk berdiri dekat sang filmmaker , sulit rasanya membayang-kan sebuah film dokumenter menjadi benar-benar menghebohkan layaknya film Hollywood.
Kita, dan pastinya para pembuat film dokumenter, sepertinya harus menunggu lama agar para orang kaya mendekat. Jadi, untuk sementara waktu, kita harus rela menikmati film dokumenter dari mereka yang benar-benar ‘gila’ dengan seni ini. Toh , sebagai sebuat ‘bukti’, pastilah film dokumenter menggambarkan sesuatu lebih nyata dan nihil polesan. ()