Berdasarkan catatan Unicef Indonesia, kekerasan terhadap anak-anak Indonesia merupakan hal yang umum terjadi. /Bisnis.com
Health

Lindungi Anak dari Ancaman Pedofil

Wike Dita Herlinda
Minggu, 13 Maret 2016 - 01:30
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kemenangan Spotlight sebagai film terbaik pada ajang penghargaan The 88th Academy Awards sekaligus menguak kembali luka lama yang dialami oleh banyak korban kekerasan seksual terhadap anak di berbagai belahan dunia.

Isu kekerasan anak pun kembali disoroti, bersamaan dengan makin digaungkannya kampanye perlindungan anak dari jeratan pedofilia. Gelombang kampanye tersebut turut getol disuarakan di Indonesia. Apalagi, baru-baru ini terjadi kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, yang dilakukan oleh seorang pesohor dangdut di Tanah Air.

Hal tersebut merefleksikan betapa pentingnya perlindungan anak Indonesia dari ancaman yang datangnya bisa dari mana saja. Jika didefinisikan, menurut Asosiasi Psikiatri Amerika, pedofilia adalah dorongan seksual yang dirasakan seseorang dengan sangat kuat terhadap anak yang belum mengalami puber. Dorongan itu biasanya terjadi berulang kali, baik dalam bentuk fantasi, hasrat, dan aktivitas.

Tidak ada yang tahu, kapan dan di mana penderita pedofilia tersebut beraksi dan membahayakan anak-anak. Untuk itu, para orang tua harus terus melakukan proteksi terhadap buah hatinya, sekalipun saat berada di luar jangkauan fisik. Andri, Psikiater RS Omni Alam Sutera, menjabarkan beberapa kiat untuk memagari anak dari intaian para pedofilia.

Hal yang paling utama adalah memberikan kepercayaan penuh terhadap pengakuan anak, terutama jika mereka mengungkapkan telah mengalami pelecehan. Selanjutnya, terus pantau anak dan jangan membiarkan mereka sendirian tanpa ada pengawasan dari orang tua. Sebab, para pedofil bisa beraksi di mana saja saat ada kesempatan berdua dengan si kecil.

“Jangan lupa memantau komunikasi yang dilakukan anak via ponsel atau Internet. Jangan sampai mereka berkomunikasi secara pribadi dengan orang dewasa yang tidak dikenal. Namun, tetap pantau komunikasi yang dilakukan anak dengan orang terdekat, seperti guru atau paman. Sebab, tidak menutup kemungkinan pelecehan dilakukan orang terdekat.”

Tidak hanya itu, ajarkan anak untuk mengenal bagian tubuh intim beserta fungsinya. Jika anak mengatakan bahwa bagian tubuh seperti vagina dapat ‘dimakan’ atau ‘dinikmati’, tanyakan dan telisiklah dari mana dia mendapatkan ide atau informasi tersebut. Hal penting lainnya adalah melingkupi anak dengan suasana rumah dan perhatian yang cukup dari kedua orang tua.

Jaga komunikasi terbuka dengan anak. Apabila anak mulai menceritakan pengalaman yang bernuansa seksual, jangan buru-buru dihentikan. Biarkan anak bercerita secara mendetail. Sebab, ketika mereka dihentikan, mereka akan merasa bahwa mengatakan hal-hal yang bersinggungan dengan seks adalah sesuatu yang salah dan mereka akan menutup diri jika terjadi sesuatu pada mereka.

“Meskipun harus tetap waspada, sebaiknya orang tua jangan mengekang anak terlalu ketat karena hal tersebut tidak baik bagi perkembangan mentalnya. Berhati-hatilah terhadap lingkungan sekitar yang rawan [terjadi pelecehan seksual pada anak],” imbuh Andri.

PERAN NEGARA

Selain upaya dari orang tua untuk melindungi buah hatinya dari jeratan predator anak, negara pun tengah berjibaku melindungi hak anak. Upaya pemerintah tersebut mendapat sorotan dari Wakil Khusus Sekjen PBB untuk Kekerasan Terhadap Anak, Marta Santos Pais.

“Banyak yang sudah terjadi sejak kunjungan saya setahun silam, ketika saya mendorong Indonesia untuk menjadi mercusuar di kawasan dan global dalam pembentukan kebijakan dan memastikan penerapannya untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak,” tegasnya dalam pernyataan resmi saat berkunjung ke Jakarta belum lama ini.

Untuk diketahui, Indonesia telah mengadopsi Strategi Nasional untuk Mengakhiri Kekerasan terhadap Anak dan Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak yang berisi kerangka komprehensif terkait pencegahan dan respons atas insiden kekerasan anak.

“Strategi Nasional ini melibatkan peran kunci dari data yang akurat serta legislasi komprehensif guna mencegah segala bentuk kekerasan dan memberi dukungan untuk anak yang menjadi korban, serta nilai dari pemberdayaan anak dan mendukung keluarga dalam peran mereka sebagai pengasuh.”

Berdasarkan catatan Unicef Indonesia, kekerasan terhadap anak-anak Indonesia merupakan hal yang umum terjadi. Pada 2007, ditemukan fakta bahwa 40% anak berusia 13—15 tahun melaporkan mengalami kekerasan di sekolah, termasuk dalam bentuk seksual dan domestik.

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (13/3/2016)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro