Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pengembangan Film (Pusbang Film) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mulai merancang sistem box office terintegrasi. Sistem box office terintegrasi ini ditargetkan bisa selesai tahun ini.
Kepala Pusbang Film Maman Wijaya menuturkan sistem box office terintegrasi diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) tentang peredaran film yang sedang dalam tahap finalisasi.
Selain tentang peredaran film, saat ini Pusbang Film juga menyelesaikan tiga Permen lain yakni, perizinan, insan perfilman, dan pengarsipan film.
"Saat ini aplikasi yang dibutuhkan dalam persiapan lelang," tutur mantan anggota komisioner KPID Jawa Barat periode 2004-2007 ini.
Nantinya, sistem box office terintegrasi ini mewajibkan setiap pengusaha pertunjukan film melaporkan jumlah penonton untuk setiap pertunjukan.
Dengan demikian, setelah data diolah akan diperoleh informasi seperti, persebaran penonton tiap daerah hingga tren genre film.
Dia menyakini informasi ini dapat menjadi referensi bagi pelaku industri film misalnya, dalam memetakan pasar film nasional, memastikan promosi film lebih tepat sasaran, hingga menyelenggarakan lokasi pertunjukan baru atau ketika akan menutup. Pada akhirnya, melalui sistem box office terintegrasi, masyarakat lebih mudah memperoleh data film yang dibutuhkan.
Hanya kemarin sempet deadlock saat muncul perdebatan bagaimana memverifikasi data itu untuk memastikan kebenarannya," kata doktor lulusan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini.
Rencana ini setidaknya menjawab masukan kalangan pelaku industri film tentang sistem box office terintegrasi yang disampaikan pada diskusi Investasi Perfilman, beberapa waktu lalu.
Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) Sheila Timothy mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan pendukung untuk memajukan industri film nasional. Salah satu yang diusulkan yakni integrated box office system.
Dalam presentasinya, sistem box office terintegrasi akan membantu menyelesaikan banyak masalah. Sheila mengungkapkan beberapa masalah seperti, transparansi perpajakan, angka dan tren penonton film, data pembagian layar, dan waktu tayang antara film lokal dan asing.
Selama ini, tidak ada transparansi data penonton film, baik film Indonesia maupun film impor. Kondisi ini tentu menyulitkan pelaku industri film untuk memahami data melakukan analisis pasar.