Laut Enggano/Antara
Travel

Bengkulu, di Kalimantan Kan?

Wike Dita Herlinda
Senin, 21 November 2016 - 15:59
Bagikan

Bisnis.com, BENGKULU - "Tahu Bengkulu? Di mana itu Bengkulu?"

Iseng-iseng seorang bapak menanyakan hal tersebut kepada anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Dengan polos, si anak merespons, ‘Iya, tahu Bengkulu. Di Kalimantan kan?

Kalau Anda sama seperti anak SD tersebut—yang tahu apa itu Bengkulu tetapi tidak tahu di mana letaknya—maka pengetahuan Anda tentang Indonesia patut dipertanyakan kembali. Tapi, begitulah, bagi sebagian orang, Bengkulu terdengar sangat familiar; sekaligus begitu asing.

Mayoritas orang mungkin mengasosiasikan Bengkulu dengan habitat bunga padma raksasa (rafflesia arnoldii). Lantas, selain puspa ikonik itu, apa lagi yang dikenal warga Indonesia dari provinsi yang dulunya dikenal dengan nama British Bencoolen itu?

Boleh dibilang, pengetahuan sebagian masyarakat Tanah Air tentang provinsi pecahan Sumatra Selatan sejak 18 November 1968 itu minimalis. Kenyataan tersebut sangat mengusik hati Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti.

“Sudah 48 tahun usia Bengkulu, tetapi masih begitu-begitu saja. Kami ini seperti provinsi Indonesia Timur, hanya letaknya saja yang di Indonesia Barat,” ujarnya saat ditemui pertengahan pekan ini di kediaman dinasnya, Balai Raya Semarak Bengkulu.

Per 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Bengkulu adalah provinsi dengan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) di urutan ke-28 dari 34 provinsi di Indonesia. Sebenarnya, angka itu cukup mengenaskan mengingat posisi Bengkulu yang diapit oleh 5 provinsi kuat.

Bagaimanapun, Ridwan berambisi membalikkan nasib Bengkulu dan menjadikannya setara dengan provinsi-provinsi maju lainnya. Dia sedang putar otak untuk memantapkan pariwisata sebagai senjata, dengan membentangkan peta jalan (roadmap) bertajuk Visit Bengkulu 2020.

Ridwan—yang baru menjabat sejak 18 Februari 2016—memaparkan program pariwisata itu akan menekankan pada promosi 3 potensi terkuat provinsi tersebut, yaitu; wisata alam, wisata sejarah, serta wisata budaya.

Dari segi alam; Bengkulu memiliki potensi pariwisata utama berupa pantai, berbagai danau alami, dan air terjun. Apalagi, 47% wilayah Bengkulu adalah hutan dengan ekosistem sangat sehat yang ditetapkan sebagai paru-paru dunia oleh UNESCO.

Provinsi dengan 9 kabupaten itu menjadi habitat berbagai puspa langka seperti bunga kibut, anggrek air, dan padma raksasa. Terdapat juga fasilitas sekolah gajah, pantai pasir putih sepanjang 525 km, serta berbagai arung jeram dengan tingkat kesulitan A+. 

Dari segi sejarah; Bengkulu merupakan lokasi pendaratan pertama kolonial Inggris, lengkap dengan segudang peninggalannya. Dari segi budaya; Bengkulu adalah simpul asimilasi kultural karena merupakan persinggahan awal bangsa Gujarat, China, Portugis, dan Arab. 

Guna menyulap Bengkulu sebagai destinasi pariwisata nasional pada 2020,  Ridwan memproyeksikan kebutuhan biaya senilai kurang lebih Rp20 triliun. Modal tersebut akan diupayakan dari dana pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, serta investor swasta. 

Dia mengungkapkan saat ini alokasi anggaran untuk infrastuktur pariwisata di Bengkulu baru sekitar Rp1 triliun dari total APBD 2017 senilai Rp3,5 triliun. Oleh karena itu, pemprov harus mati-matian mengebut promosi guna menggaet para calon investor mulai tahun ini.

Ridwan memerinci, kebutuhan anggaran Rp20 triliun untuk pembangunan sektor pariwisata Bengkulu itu akan dipetakan berdasarkan prioritas kerja per tahun. Pada 2017, prioritasnya adalah pembenahan dan pembangunan infrastuktur. 

Pada 2018 prioritasnya adalah melengkapi infrastukrtur dan fasilitas lain yang dibutuhkan; termasuk sarana transportasi pariwisata dan pusat informasi bagi wisatawan. Pada 2019 mempersiapkan produk bernilai tambah mulai dari kuliner hingga suvenir.

Dia ingin agar dalam tiga tahun ke depan sudah tidak ada lagi blank spot dalam program Visit Bengkulu 2020.Semua akan dibenahi; mulai dari sinyal jaringan ponsel dan internet, listrik, ATM, infrastruktur, standar kuliner, harga barang, kebersihan toilet, hingga pelayanan warga.

“Pada 2020 targetnya semua persiapan sudah sempurna untuk menjadikan Bengkulu sebagai destinasi pariwisata nasional. Kami sedang memperjuangkan agar Bengkulu masuk calendar of event dari Kementerian Pariwisata,” tutur Ridwan.

Salah satu program yang diunggulkan untuk calendar of event tersebut adalah wacana penyelenggaraan Sail Enggano. Untuk itu, Pemprov Bengkulu juga berencana menghidupkan bisnis olah raga kemaritiman, seperti; menyelam, snorkeling, selancar, dan memancing.

Semua itu akan dimulai berbarengan dengan program pembangunan karakter masyarakat setempat agar memiliki kemampuan tinggi di bidang hospitality. Caranya? Mulai tahun ini telah digalakkan kampanya Bengkulu Tersenyum dan program toilet bersih.

Tak tanggung-tanggung, pemprov bahkan mempersiapkan sejumlah insentif dalam bentuk uang untuk membangun dan membenahi fasilitas kamar dan kamar mandi bagi warga yang ingin menjadikan rumahnya sebagai tempat homestay bagi wisatawan.

Masalah Kemiskinan

Meskipun bercita-cita menjadi ‘Bali baru’ pada 2020, Provinsi Bengkulu masih dibenturkan pada problema krusial seputar pengentasan kemiskinan. Realita ini terlihat kontras dengan target ambisius pemprov dalam 3 tahun ke depan. 

Ridwan tak menampik dan mengakui kendala tersebut. Dia mengatakan potensi pariwisata di provinsi yang dipimpinnya selama ini tidak berkembang karena kurangnya visi, ketidakmampuan melihat peluang, serta tingkat kemiskinan yang tinggi.

Dia menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan di Bengkulu saat ini adalah 18%, alias melampaui rata-rata nasional sebesar 10,5%. Bahkan, dia mengungkapkan beberapa daerah di provinsi tersebut tingkat kemiskinannya menembus 24%. 

Ridwan mengaku, kemiskinan di Bengkulu bukan dipicu oleh tingginya pengangguran. Sebab, angka pengangguran di provinsi tersebut tidak sampai 3,5% atau lebih rendah dari rerata nasional sebesar 6%.  

“Kemiskinan di Bengkulu terjadi lebih dikarenakan infrastuktur yang tidak memadai. Sejumlah 48% wilayah di Bengkulu belum memiliki jalan aspal, jembatan, dan listrik. Masih banyak jalanan berlumpur di gunung-gunung, listrik sering mati, dan jembatan masih banyak yang pakai pohon kelapa,” ungkapnya.

Akibat minimnya infrastruktur, akses dan konektivitas di Bengkulu menjadi tersendat, sehingga produktivitas warganya pun rendah. Dia mencontohkan; banyak warga yang menjual hasil kebun kopinya hanya Rp4.500/kg, padahal harga pasarnya di atas Rp15.000/kg.

“Karena mereka mau ke pasar aksesnya tidak ada, jadinya dijual seadanya. Oleh karena itu, [pembangunan] infrastruktur yang akan kami kejar sebagai prioritas agar terjadi kesetaraan pembangunan. Agar kami setara dengan provinsi-provinsi lain.” 

Selain membenahi infrastukrtur, Pemprov Bengkulu tengah mengadakan pembenahan besar-besaran pada birokrasinya. Untuk menjaga integritas, pemprov bahkan meminta bantuan langsung pada KPK guna membangun tata kelola pemerintah berbasis teknologi informasi.

“Jadi, mulai tahun depan kami targetkan tidak ada lagi dokumen-dokumen tidak jelas bertebaran, dan tidak ada lagi kasak-kusuk kolusi. Kami juga mengundang Wali kota Surabaya Tri Risma Harini untuk konsultasi dan percontohan,” ujarnya. 

Semua itu, kata Ridwan, dilakukan demi membangun kepercayaan investor. Sebab, dalam jangka pendek Bengkulu harus bergegas menjaring sebanyak mungkin investor dari luar daerah. “Sebab potensi investasi kami jelas bukan dari pengusaha lokal.”

Salah satu jerih payah untuk memikat investor dari luar provinsi itu dilakukan melalui kegiatan Bengkulu Expo 2016, yang sekaligus menjadi puncak perayaan HUT ke-48 provinsi tersebut. Pergelaran itu diharapkan mampu menembus total transaksi minimal Rp500 miliar.

Tahun-tahun sebelumnya, rata-rata transaksi dari Bengkulu Expo bernilai sekitar Rp200 miliar. Ridwan berani menaikkan target pada tahun ini karena kegiatan expo kali ini diklaim jauh lebih serius dan didesain agar memiliki implikasi ekonomis yang berkelanjutan.

“Melalui Bengkulu Expo 2016 ini, kami ingin membangun citra Bengkulu guna menarik investasi. Sebab, kami ingin pada 2020 perolehan dari sektor pariwisata bisa mendominasi 20% dari total PDRB,” tuturnya.

Saat ini, kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB Bengkulu masih belum mencapai 2%. Salah satu penyebabnya adalah sebagian besar komoditas potensial provinsi tersebut masih dijual dalam bentuk bahan/barang mentah tanpa nilai tambah.  

Beberapa dari komoditas potensial tersebut a.l. kerajinan batik besurek, hasil laut seperti udang paname, tuna sirip kuning, lobster harimau, gurita, kerapu, hasil perkebunan seperti lada hitam, kopi robusta, karet, kelapa sawit, dan hasil pertambangan seperti batu bara.

Bangun UKM

Menanggapi target ambisius Bengkulu pada 2020, Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengapresiasi pemprov yang telah memiliki visi yang jelas untuk peta jalan pengembangan pariwisata provinsi itu dalam tiga tahun ke depan.

Hanya saja, dia berpendapat hal yang paling dibutuhkan oleh Bengkulu saat ini adalah memperbaiki strategi pemasaran dan promosi. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mengubah mental warganya menjadi sadar pariwisata.

Sebagai orang asal Bali, Puspayoga mencontohkan pembangunan ikon pariwisata di Pulau Dewata saja membutuhkan waktu ratusan tahun sejak zaman kerajaan. Semuanya dimulai dari memupuk mental dan karakter warganya sebagai pelayan wisatawan.

“Pembangunan pariwisata harus dilakukan hingga detail-detailnya, sampai ke tingkat mental masyarakatnya. Kalau sekadar membangun infrastuktur sih bisa diselesaikan dalam beberapa bulan asal ada uang, tetapi membangun karakter masyarakat ini perlu waktu,” ujarnya.  

Selain itu, pembangunan pariwisata harus dibarengi dengan pengembangan sektor UKM khususnya kuliner dan kerajinan khas berikut standardisasi dan branding-nya. Tujuannya adalah agar para turis tidak kapok dan rindu untuk datang kembali.

Salah satu lini UKM yang akan digarap serius dan menjadi prioritas Bengkulu adalah batik besurek. Batik dengan aksen aksara Arab Lebong tanpa makna dan motif bunga padma raksasa itu adalah ikon terpendam dari provinsi tersebut.

Kepala Dinas Pariwisata  Bengkulu Suparhim mengatakan saat ini strategi pemasaran dan promosi batik besurek sedang digencarkan di setiap roadshowdan festival yang diadakan oleh Pemprov Bengkulu, baik di dalam maupun luar provinsi.

“Kami ingin membawa batik besurek ini ke pentas nasional, setara dengan batik-batik yang ada di Jawa. Untuk itu pembinaan UKM akan kami intensifkan, bersamaan dengan peningkatan skill perajin dan strategi pemasarannya,” ujarnya.

 Ya, mengejar target ‘membalikkan nasib Bengkulu’ pada 2020 adalah hal yang sangat ambisius di tengah tantangan yang begitu besar dan rentang waktu yang sangat sempit. Segala daya pun dipertaruhkan pada Bengkulu Expo 2016 untuk belanja investor.

Jika dalam 3 tahun cita-cita tersebut berhasil diwujudkan, Bengkulu akan memecahkan rekor terbaik sepanjang sejarah berdirinya provinsi itu. Namun, jika gagal; mungkin kita masih akan sering mendengar seloroh sejenis, "Iya, tahu Bengkulu. Di Kalimantan kan?"

Editor : Saeno
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro