Seminar dan launching buku Tionghoa Keindonesiaan/Istimewa
Referensi

Buku Kontribusi Tionghoa Dibedah & Diluncurkan

M. Syahran W. Lubis
Senin, 10 April 2017 - 00:03
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Suatu saat nanti orang tak perlu repot lagi menulis buku seperti ini. Pasalnya semua orang sudah tahu dengan jelas betapa pentingnya peran dan kontribusi orang Tionghoa dalam pembangunan bangsa Indonesia.

Demikian diungkapkan sejarawan yang juga Pimred Majalah Historia Bonnie Triyana yang tampil sebagai pembicara kunci dalam Acara Seminar Nasional dan Peluncuran Buku Tionghoa Dalam Keindonesiaan Peran dan Kontribusi Bagi Pembangunan Bangsa yang ditaja Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro bekerja sama dengan Yayasan Nasional Building (Nabil) di Gedung ICT Centre, Kampus Undip Tembalang, Semarang, sebagaimana siaran pers yang diterima Bisnis.com pada Minggu (9/4/2017).

Seminar yang dimoderatori Dekan FIB Undip Agus Maladi Irianto ini juga menampilkan pembicara Guru Besar Ilmu Filsafat FIB Undip Iriyanto Widisuseno, Guru Besar Ilmu Sejarah FIB Undip Singgih Tri Sulistiyono, dan Harjanto Halim dari Pengurus Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong, Semarang.

Iriyanto melalui mengingatkan betapa pentingnya pendidikan budaya untuk menuju masyarakat Indonesia yang demokratis multikulturisme. Untuk menjaga harmoni di antara perbedaan. “Untuk merawat semua itu salah satunya taoisme mengajarkan kita untuk berguru pada alam,” ujar Iriyanto.

Sedangkan sejarawan Singgih menyoroti peran dan kontribusi Tionghoa dalam perspfektif sejarah dalam kertas kerjanya Kuil Sam Po Kong, Perubahan Indentitas dan Refleksi Dilema Keindonesiaan Masyarakat Tionghoa Semarang.

Singgih menyoroti perubahan peran dan fungsi kelenteng Sam Po Kong dari waktu ke waktu yang juga berpengaruh sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat Tionghoa Semarang.

Sementara itu, Harjanto Halim mengatakan Pecinan Semarang merupakan contoh konkret tempat  interaksi dan penyerbukan silang budaya.

Harjanto memaparkan kehidupan sehari-hari di gang baru, Gang Warung, Bon Lancung dan kawasan Pecinan Semarang lainnya, merupakan potret dan bukti nyata adanya interaksi budaya antarwarga.

“Toleransi dan keberagaman begitu mewarnai kehidupan Pecinan Semarang. Pentas Wayang potehi yang berdampingan dengan penjual salah satu kuliner khas Semarang Pisang Plenet. Toleransi tak hanya antaretnis tetapi juga dalam pergaulan lintas agama. Umatagama yang satu dengan yang lain saling menghormati, membantu, dan bergotong royong,” kisah Harjanto.

Rektor Undip Yos Johan Utama menuturkan bahwa melalui seminar nasional dan peluncuran buku ini diharapkan mampu untuk mengungkapkan perna dan kontribusi Tionghoa Indonesia bagi pembangunan bangsa.

“Buku ini diharapkan akan membuat para pembaca lebih mengenal etnis Tionghoa, sekaligus juga menjadi cermin bagi etnis Tionghoa agar semakin mencintai Indonesia,” kata Yos di hadapan peserta seminar.

Sementara itu, Perwakilan dari Yayasan Nabil Didi Kwartanada mengatakan gagasan lahirnya buku ini karena selama ini belum banyak buku yang mengulas eksistensi dan aktivitas etnis Tionghoa secara komprehensif, sehingga muncul anggapan seolah-olah etnis Tionghoa bukan bagian intergral dari bangsa dan negara Indonesia.

“Buku ini bertujuan agar lebih saling mengenal di antara sesame komponen anak bangsa yang pada akhirnya berdampak positif pada proses nation building kita,” ujar Didi.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro