Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis restoran di atas ketinggian atap gedung dulunya hanya didominasi oleh hotel-hotel berbintang dan restoran-restoran elite berbudget tinggi. Namun, saat ini rooftop dining semakin merambah ke segmen pasar kelas menengah.
Bersantap di atap gedung menjadi gengsi tersendiri bagi para konsumen urban. Sebab, mereka memandang rooftop bar sebagai tempat nongkrong yang sangat ideal untuk dipamerkan di media sosial.
Dengan semakin ketatnya persaingan bisnis rooftop dining di kota-kota besar Indonesia, bagaimana prospek bisnis tersebut ke depannya? Berikut penuturan Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Eddy Sutanto:
Apa yang memicu tren bisnis rooftop dining di Indonesia?
Konsumen selalu ingin mencari sesuatu yang baru. Apalagi konsumen di kota besar seperti di Jakarta. Jadi, rooftop dining menjadi sebuah alternatif hiburan bagi warga urban. Rooftop dining juga menjadi alternatif untuk bersantap dengan suasana berbeda di atas ketinggian.
Singkat kata, tren rooftop dining muncul sebagai bentuk hiburan yang dinilai lebih menarik ketimbang restoran konvensional atau tradisional. Sepanjang dia menawarkan view, menu, dan harga yang bagus; pasti akan terus berkembang.
Bagaimana Anda melihat perkembangan/pertumbuhan bisnis rooftop dining di Indonesia?
Yang jelas saat ini bisnis rooftop dining tidak lagi lekat dengan citra mahal atau eksklusif seperti dulu. Saat ini semakin banyak restoran atau kafe di atap gedung yang menyasar segmen pasar menengah.
Saya rasa hal itu memang dipicu oleh pertumbuhan kelas menengah yang begitu pesat. Jadi, untuk berbisnis restoran tidak boleh lagi mematok harga yang terlalu tinggi agar diminati konsumen.
Sebab, banyak konsumen yang tidak rela merogoh kocek dalam-dalam hanya untuk makan. Mereka menilai itu tidak worth it. Oleh sebab itu, bisnis restoran rooftop pun turut menyesuaikan diri karena pangsa pasarnya pun semakin bergeser.
Selain lokasinya yang berada di ketinggian/puncak gedung, apa keunggulan rooftop dining dibandingkan dengan restoran/cafe konvensional dari segi bisnis?
Saya rasa rooftop dining menawarkan atmosfer dan suasana yang berbeda. Bagaimanapun, pengusaha rooftop dining tetap harus memikirkan kualitas makanan. Itu yang lebih penting. Apalagi konsumen sekarang semakin kritis dengan soal selera.
Rasa makanan akan memengaruhi keputusan konsumen untuk kembali menjadi pelanggan dan merekomendasikannya kepada orang lain.
Bagaimana perbandingan bisnis rooftop dining di Indonesia dengan negara Asean lain?
Di luar negeri, bisnis restoran atau kafe di atap adalah hal yang sudah biasa. Hanya saja, di Indonesia bisnis ini baru muncul kembali beberapa tahun belakangan, dengan konsep yang berbeda dan tidak lagi hanya dikuasai hotel berbintang.
Bagaimana Anda melihat persaingan bisnis rooftop dining di Indonesia dewasa ini? Mengingat sekarang rooftop dining tidak lagi dikuasai oleh merek-merek elite.
Bisnis rooftop dining jauh lebih kompetitif saat ini. Sebenarnya itu adalah hal yang bagus sih. Sebab, dengan demikian para pelaku usaha rooftop dining dituntut untuk memberikan harga yang lebih realistis dan kinerja yang lebih efisien untuk kepuasan pelanggan.
Bagaimana Anda memproyeksi bisnis kuliner di atas atap ke depannya?
Biasanya hal-hal seperti ini hanya akan menjadi tren sesaat. Nanti akan ada waktu di mana tren bisnis rooftop dining ‘menghilang’ atau meredup. Kalaupun mau bertahan, pasti margin pasarnya akan semakin mengecil mengingat bisnis restoran dan kafe di Indonesia secara umum semakin kompetitif.