Bisnis.com, JAKARTA - Agar tahun 2018 Indonesia terbebas dari wabah penyakit difteri, Dosen FKM UI yang juga Ketua Ikatan Alumni I (ILUNI) UI Dr drg Wahyu Sulistiadi menyampaikan, agar, pemerintah dan masyarakat bersama-sama menggalakkan imunisasi dipteri.
Selain itu, melakukan penguatan sistem informasi kesehatan, melakukan majamen crisis solution serta memproduksi serum dan vaksin yang berkualitas. Yang tidak kalah pentingnya adalah, keterpaduan antara pemerintah dan masyarakat, apapun latar belakang politik dan agamanya, semuanya harus punya satu tujuan. Hilangkan penyakit difteri.
“Pemerintah harus melakukan penguatan sistem informasi. Harus selalu mensosialisasikan apa tu penyakit difteri, akibatnya apa, bagaimana cara mengatasinya dan bagaimana mendapatkan imunisasinya. Serta dampak yang akan ditimbulkan jika diimunisasi dan jika tidak diimunisasi. Selama ini, masyarakaat masih bingung bila ada pertanyaan atau penyakit tentang difteri. Dan yang tidak kalah pentingnya, pemerintah jangan panik bila terjadi wabah. Jika pemerintah panik, masyarakat akan tambah panik,” ujar Wahyu Sulistiadi dalam acara Fokus Group Diskusi (FGD) “Indonesia Bebas Difteri” yang diselenggarakan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) di (FKUI) Kampus Salemba Jakarta seperti dikutip dalam siaran persnya.
Senada dengan Wahyu Sulistiadi, Dekan FKUI Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH menyampaikan, agar masyarakat tidak termakan informasi hoax atau informasi bohong yang saat ini bersebaran di media sosial, termasuk soal difteri dan imunisasi yang berakibat banyaknya anggota masyarakat yang enggan mengimunisasikan anak-anaknya.
Pihaknya memerintahkan seluruh anggota civitas akademika FKUI termasuk mahasiswa kedokterannya, untuk aktif dan mempunyai berbagai akun di media sosial. Akun-akun media sosial tersebut harus digunakan dan dimanfaatkan melakukan sosialisasi informasi kesehatan yang benar termasuk menyampaikan informasi yang benar tentang imunisasi melawan informasi hoax yang bertebaran di media sosial.
“FKUI sendiri sebagai lembaga pendidikan siap membantu pemerintah untuk mengatasi dan menghentikan penyebaran penyakit difteri. Selain memiliki 3000 dokter dan mahasiswa kedokteran yang siap diterjunkan ke lapangan untuk membantu melakukan sosialisasi yang benar sekaligus juga membantu melakukan pengobatan. FKUI sendiri memiliki banyak tenaga ahli di bidang kesehatan. Semuanya siap membantu pemerintah dan masyarakat untuk menghentikan dan mencegah penyakit difteri di Indonesia,” papar Dr dr Ari Fahrian Syam SpPD.
Penyakit difteri seharusnya sudah tidak ada lagi di Indonesia. Sebab sejak tahun 1976 Pemerintah Indonesia sudah melakukan imunisasi dipteri kepada anak-anak usia Balita (bawah lima tahun). Namun, tahun 2017 muncul kembali bahkan menjadi wabah. Hal tersebut disebabkan karena masih adanya orangtua yang belum mau mengimunisasi anak-anak usia balita meskipun diberikan secara gratis oleh pemerintah.
Selain itu, masih banyaknya anak-anak Indonesia yang meski sudah melakukan imunisasi namun imunisasinya belum lengkap, dan adanya anggota masyarakat yang berusia di atas usia 40 tahun yang belum melakukan imuniasasi. Serta kurangnya informasi mengenai manfaat dari imunisasi serta tata cara pelaksanaan imunisasi dan apa manfaat dari imunisasi itu sendiri.
“Penyakit difteri itu adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium diphteriae yang menyerang tenggorokan ,hidung dan kulit. Penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi dan berakhir kepada kematian karena dapat menyerang saluran napas atas yang menyebabkan orang susah bernapas, merusak jantung, ginjal dan syaraf. Selain itu dapat menular,” ujar Dr dr Sujatmiko dari Satgas imunisasi IDAI.
Menyinggung tentang ketersediaan serum dan vaksim yang akan digunakan untuk segera menghentikan wabah penyakit difteri tahun 2018 ini, kepala bagian uji klinik imunisasi PT Bio Farma (Persero) dr Mahsum Muhammadi menyampaikan, pihaknya memiliki stok serum dan vaksin difteri yang cukup. Selain itu, semua serum dan vaksin aman dan sudah sesuai dengan lisensi serta prosedur pembuatan obat dan vaksin yang disyaratkan lembaga kesehatan dunia (WHO).
“Selain untuk digunakan di dalam negeri, kami juga biasanya melakukan ekspor ke negara-negara tetangga. Namun, begitu ada kejadian luar biasa atau wabah, untuk memenuhi kebutuhan serum dan vaksin di dalam negeri, kami untuk sementara menghentikan ekspor vaksin ke negara-negara luar. Kebutuhan vaksin dan serum di dalam negeri kami utamakan. Kami juga memiliki stok atau persediaan sebesar 20 persen dari kebutuhan biasanya,” papar Mahsum Muhammadi.
Untuk menjamin rasa tenang masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam, menurut Mahsun, pihaknya saat ini tengah melakukan sertifikasi halal dari berbagai serum dan vaksin yang diproduksinya. Selain vaksin dipteri, vaksin yang tengah dilakukan sertifikasi halal antara lain Vaksin BCG dan pelarut BCG, vaksin Pentabio (DTTP, HB-HIB) dan vaksin TT.. Dengan sertifikasi halal tersebut, tidak ada lagi alasan bagi masayrakat untuk menolak vaksinasi kepada putra-putrinya