Bisnis.com, JAKARTA - Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi namun sekaligus berpotensi menjadi wabah.
Pemerintah telah memasukkan vaksinasi difteri ke dalam imunisasi wajib bayi dan balita untuk mencegah dan mengendalikan difteri di Indonesia.
Namun belajar dari sejarah, pada tahun 1994 – 1997 wabah difteri terjadi di Rusia dan sekitarnya (dahulu Uni Soviet) dengan sekitar 150.000 kasus dan kematian kasus sebanyak 5.000 orang. Kejadian ini merupakan yang terburuk setelah era vaksinasi.
Dilansir dari Mayo Clinic, difteri adalah infeksi bakteri serius yang biasanya menyerang selaput lendir hidung dan tenggorokan.
Difteri sebenarnya dapat diobati dengan obat-obatan. Namun pada stadium lanjut, difteri dapat merusak jantung, ginjal, dan sistem saraf. Meski sudah diobati, difteri bisa berakibat fatal, terutama pada anak-anak.
Gejala Difteri
Tanda dan gejala difteri biasanya dimulai 2 hingga 5 hari setelah seseorang terinfeksi. Tanda dan gejala mungkin termasuk:
Baca Juga Jabar Gencarkan Vaksinasi Difteri |
---|
- Selaput tebal berwarna abu-abu menutupi tenggorokan dan amandel
- Sakit tenggorokan dan suara serak
- Pembengkakan kelenjar (pembesaran kelenjar getah bening) di leher
- Kesulitan bernapas atau pernapasan cepat
- Keluarnya cairan dari hidung
- Demam dan menggigil
- Kelelahan
Pada beberapa orang, infeksi bakteri penyebab difteri hanya menyebabkan penyakit ringan – atau tidak ada tanda dan gejala yang jelas sama sekali.
Orang yang terinfeksi namun tidak menyadari penyakitnya dikenal sebagai pembawa difteri. Mereka disebut pembawa (carrier) karena mereka dapat menyebarkan infeksi tanpa membuat mereka sendiri menjadi sakit.
Difteri kulit (kulit)
Jenis difteri kedua dapat menyerang kulit, menyebabkan nyeri, kemerahan, dan bengkak, serupa dengan infeksi bakteri kulit lainnya. Bisul yang ditutupi selaput abu-abu juga mungkin merupakan tanda difteri kulit.
Meski lebih umum terjadi di daerah beriklim tropis, difteri pada kulit juga terjadi di Amerika Serikat. Hal ini mungkin terjadi terutama pada orang-orang dengan kebersihan yang buruk dan tinggal di lingkungan yang padat.
Faktor utama yang menyebabkan banyaknya kasus penyakit difteri adalah karena banyak anak tidak mendapat imunisasi difteri secara lengkap.
Penelitian menunjukkan, kekebalan yang didapatkan setelah imunisasi difteri lengkap adalah seumur hidup.
Selain itu, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti sering cuci tangan pakai sabun, dan tidak pergi sekolah ketika anak sakit, menjadi cara-cara tambahan untuk mencegah penyebaran difteri.
Pengobatan difteri harus segera dilakukan di rumah sakit. Semakin cepat diobati semakin baik karena racun yang dikeluarkan kuman difteri sangat cepat menyebabkan perburukan bahkan kematian.