Para Cosplayer berpose pada ajang kreatif re:On Comics Convention di Depok, Jawa Barat, Sabtu (25/4). Event ini menjadi bukti kepada dunia bahwa komik Indonesia punya semangat tinggi untuk bangkit dan menjadi tuan rumah industri kreatif di negeri sendiri. /Bisnis-Nurul Hidayat
Bisnis Style

Peluang Bisnis dari Mengunggah Komik Digital di Media Sosial

Wike Dita Herlinda
Rabu, 14 Maret 2018 - 13:56
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Komik digital sedang booming di kalangan komikus Indonesia. Ramai-ramai para pegiat gambar bercerita di Tanah Air merambah ranah digital untuk mempublikasikan karya mereka. Uniknya, kebanyakan dari mereka lebih memilih platform media sosial ketimbang membuat situs sendiri.

Salah satu komikus lokal yang cukup terkenal dengan komik stripnya di Instagram adalah Arsya Javidiar. Karya-karya pemilik akun @komikjavid ini banyak digemari karena sifatnya yang menghibur berupa parodi tentang film atau gaya hidup yang sedang hype saat ini.

Lantas, mengapa Arsya memilih media sosial untuk mendistribusikan karya-karyanya? Berikut penjelasannya pemuda 24 tahun asal Sidoarjo yang saat ini tengah menimba pendidikan S2 di Universitas Indonesia ini:

Sejak kapan mulai menjadi komikus?

Sebenarnya sejak awal saya menggunakan Instagram [IG], yaitu pada 2014. Namun, saya baru serius membuat akun yang khusus memuat komik di IG pada 2015.

Apa konsep/karakter komik yang Anda usung?

Konsepnya lebih ke parodi yang membahas isu-isu terkini yang sedang hype atau yang lagi viral di tengah masyarakat. Namun, sering juga saya membuat komik parodi dari karakter film, yang sifatnya lebih seperti fan art.

Kalau untuk karakter kontennya, saya lebih bermain di komik bergenre humor yang isinya adalah random jokes.

Biasanya mendapatkan inspirasi dari mana saja?

Inspirasinya ada banyak. Misalnya dari LINE Today. Di sana setiap harinya banyak pembahasan aneh, tentang gosip ini dan itu atau tentang kejadian-kejadian aneh yang bisa dijadikan parodi. Pada dasarnya dari situ sih inspirasi sering datang.

Adapun, untuk ‘memelintir’ humornya, biasanya ide tercetus dengan sendirinya. Sebagai komikus, kalau ada ide datang, tidak boleh disia-siakan. Harus segera dicatat dan dibuat komiknya, serta tidak ditunda-tunda agar momentum inspirasinya tidak lewat.

Siapa pangsa pembaca yang dituju?

Remaja usia 15 tahun ke atas.

Mengapa memilih media sosial sebagai wadah?

Zaman sekarang ini banyak orang bisa mengakses medsos dengan mudah. Jadi, melalui medsos seperti IG, Facebook, dan Twitter; banyak komikus pemula yang ingin mencari pengalaman dengan mempublikasikan karya mereka di sana.

Selain itu, mempublikasikan karya lewat medsos itu sangat mudah dan tanpa biaya. Beda dengan dulu, saat komikus yang ingin mempublikasikan karyanya harus ke penerbit dulu atau lewat koran mingguan.

Saya rasa ini adalah pergeseran tren, dari media cetak ke digital. Orang bisa bebas masuk ke media digital. Saya sendiri pun merasakan; dari yang tadinya hanya iseng-iseng posting komik di medsos, lama-kelamaan bisa mendatangkan banyak peluang bisnis.

Apa keunggulan mempublikasikan komik Anda di medsos dibandingkan dengan platform lain (misal cetak atau website atau forum)?

Keunggulannya adalah pembaca dan komikus memiliki engagement dan interaksi yang lebih tinggi. Di medsos, komikus pun bisa bertindak sebagai user. Dia bisa membaca, membalas, atau me-like komentar dari pembacanya secara langsung.

Seiring dengan semakin meningkatnya engagement itu, semakin banyak pula peluang bisnis yang bisa didapatkan.

Seperti apa peluang bisnis dari komik medsos ini?

Peluang bisnis bagi komikus medsos sifatnya ada dua, yaitu yang bersifat wirausaha dan freelance. Bedanya tipis sih.

Kalau yang bersifat wirausaha itu misalnya seperti menerima jasa ilustrasi wajah. Ketika pembaca tahu karya saya dan mengidolakan karya-karya saya, biasanya mereka tertarik memesan ilustrasi wajah mereka dengan style gambar saya.

Selain itu banyak juga komikus-komikus medsos yang sudah established akhirnya bisa berbisnis merchandize. Mereka memproduksi karakter-karakter komik mereka ke dalam bentuk aksesori, baju, gantungan kunci, atau stiker.

Sementara itu, kalau yang bersifat freelance, biasanya komikus bisa berlaku sebagai brand ambassador tanpa harus terikat sebagai pegawai perusahaan yang bersangkutan. Misalnya melalui endorsement di media sosial.

Bagaimana anda menentukan tarif untuk karya pesanan? Berapa tarifnya?

Sebagai ilustrator profesional, saya memiliki standar harga yang pas untuk diterapkan ke semua konsumen. Bagi saya setiap komikus harus memiliki karakter gambarnya yang membedakan denga komikus lain. Kalau saya sendiri karakternya lebih ke kartun western seperti Disney.

Jadi, saya ‘mengkartunkan’ wajah orang dengan tetap menggunakan style komik saya. Kalau saya pribadi, saat ini tarifnya berada pada kisaran Rp200.000—Rp250.000 per wajah. Namun, biasanya kalau lebih dari satu wajah, saya beri korting.

Bagaimana dengan endorse? Apa syaratnya? Berapa tarifnya?

Kalau mau endorse di @KomikJavid sebenarnya bisa produk apa saja asalkan mau dibuat dalam format komik. Jadi endorse-nya tidak sekadar me-repost foto. Saya memasukkan produk ke dalam komik saya supaya kesannya lebih soft selling alias pembaca tidak merasa bahwa itu adalah iklan.

Banyak endorsement yang sudah saya terima. Misalnya, dari Telkomsel dan dari Sony Pictures untuk kampanye film Spiderman. Untuk tarifnya sendiri berbeda-beda, tergantung skala produknya dan perkembangan jumlah followers saya. Harganya bisa naik secara berkala.

Apa tantangan menjadi komikus digital?

Penghasilan yang tida tetap, karena sistem kerja kami berbeda dengan kerja kantoran yang mendapatkan penghasilan tetapi. Kendala lainnya lebih pada soal pembagian waktu dengan tugas kuliah, karena saya tidak memiliki jam kerja pasti.

Bagaimana perkembangan komik medsos di Indonesia dibandingkan negara lain?

Menurut saya, komik strip Indonesia zaman sekarang memiliki variasi style yang beragam dan unik, serta bisa menyampaikan pesan dengan baik.

Selain itu, komikus Indonesia sudah sangat kreatif soal tema. Tidak hanya didominasi oleh genre komedi, tetapi ada juga yang kritik sosial, edukasi, atau bahkan religi. Tidak sebatas komik humor saja.

Perkembangan komik strip di Indonesia tidak kalah dengan di luar negeri. Saya yakin komikus di Indonesia akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya kepekaan di dunia medsos.

Apakah tidak tertarik membuat komik cetak?

Pastinya tertarik. Dulu saya ikut kompilasi komik bersama komikus-komikus lain di Indonesia yang dijual secara preorder. Nah, untuk menerbitkan komik sendiri itu adalah wacana saya dari dulu, tetapi saat ini saya harus menyeimbangkan waktu dulu dengan studi saya.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro